Kuterbawa lamunan akan kecupan mesra di punggung tangan dan sudah berapa purnama kecupan itu tak lagi singgah, entah kemana gerangan. Kamu menghilang hanya menyisakan kesedihan yang menyesakkan dada. Hanya Ugi yang sanggup mengusir keresahan hatiku tentangmu.
***
Hari menjelang malam, mentari pun sudah pulang beranjak ke peraduannya. Namun, Ugi belum juga kembali dan aku hanya termenung dari balik tirai jendela menatap jauh ke luar pagar dengan berjuta harapan.
Sekilas, tiba-tiba melintas sebuah bayangan mengendap-ngendap masuk melalui celah bawah pagar yang berukuran tidak terlalu besar. Aku mengucek mata berulang kali seakan tidak percaya melihat pemandangan bayangan itu.
"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam. Waduh!" Mataku membelalak menghitung bayangan yang masuk satu per satu dengan  perasaan senang dan kaget bercampur aduk.
Segera kuseret kaki membuka pintu dan warna jingga semesta memperjelas semua bayangan itu.
"Ugiiiii! Dua bulan menghilang dan pulang membawa pasukan! Kenapa tidak bilang kamu hamil dan melahirkan?" Sorakku kegirangan gembira sambil menghampiri Ugi dan anak-anaknya.
Mereka mengeong manja dalam dekapanku. Hangat. Sehangat kerinduan yang selama ini tertahan menanti Ugi pulang ke rumah.
Ah, tidakkah kau ingin kembali pulang ke bilik hatiku yang masih tertitip cinta?
Segera kututup pintu dan berbisik pada langit jingga yang samar di batas cakrawala, menitip salam sayang untukmu agar bisa kembali pulang pada cinta yang masih selalu tersimpan di jiwa.
Bandung - Samarinda, Sabtu, 26 Oktober 2024, 05.32 Wib/06.32 Wita
***