Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Arem-Arem, Menu Tradisional Pengganti Sarapan yang Mengenyangkan

27 Juni 2024   07:27 Diperbarui: 28 Juni 2024   13:53 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti namanya di Jawa, arem-arem konon berasal dari kata ‘marem’ atau puas. Merujuk pada sifatnya yang mengenyangkan. Ini salah satu alasan kenapa bentuk arem-arem tak pernah kecil dan langsing. 

Meski bentuknya sama dengan lontong isi, lontong isi di Jakarta memiliki lebih banyak variasi isinya. Ada yang berisi sambal goreng atau tumisan sayur seperti di Jawa Tengah, namun banyak juga yang diisi olahan oncom.

***

Arem-Arem isi Sambal Teri (sumber: finnafood.com
Arem-Arem isi Sambal Teri (sumber: finnafood.com

Kenangan saya melayang setiap kali bepergian ke luar kota, Ibu menyiapkan arem-arem untuk teman perjalanan. Karena kami berangkat usai salat subuh, maka sebagai pengganti sarapan, arem-arem menjadi menu andalan Ibu untuk mengisi perut kami.

Sejak dini hari ibu memasak dengan bantuan cekatan dari si Mbok. Bahan isian dipersiapkan malam hari, sehingga pada dini hari nanti, tinggal menyiapkan sobekan daun pisang sesuai ukuran, menyiapkan nasi, menata nasi dan isian di atas daun, lalu mengukusnya. Saat subuh tiba, arem-arem telah tersaji hangat dan siap dikemas dalam wadah untuk dibawa sebagai bekal.

Arem-arem buatan ibu sangat khas, dengan ukuran yang tidak terlalu besar seperti lontong, dan tidak terlalu kecil seperti lemper. Yah, sedang-sedang aja, dengan ukuran bulat langsing yang pas dalam genggaman tangan.

Sependek ingatan saya, isiannya selalu irisan sayur wortel dan kentang. Sengaja tidak ada isian yang lain. Justru Ibu memasak lauknya secara terpisah. Ada tempe goreng atau mendoan, tahu, telur asin, dan ayam goreng. Jadi saya bisa menikmati arem-arem dengan pilihan lauk yang saya mau sesuai hidangan masakan Ibu.

Kenangan lainnya yang selalu teringat adalah tempat pemberhentian untuk menikmati arem-arem ditengah perjalanan tersebut.

Karena sering menengok Eyang Putri di Ibukota Privinsi, di tengah perjalanan, kami mampir ke Alas Roban, sebuah jalanan  berkelok dan curam, yang membelah hutan belantara.

Di era 1980-an, suasana hutan di sisi jalan sangatlah asri dengan pohon-pohon yang tinggi. Ada beberapa titik di kawasan tersebut yang bisa kita gunakan sebagai area istirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun