Saya percaya, apa yang kita tebar, kita tanam, maka kita akan menuai hasilnya.
Jika saya membalas dengan kebemcian pada mereka, lalu apa bedanya saya dengan mereka? Klise, tapi memang demikian saya tanamkan bahwa saya harus berbeda dalam berperilaku kepada kawan-kawan. Saya membungkam mereka dengan prestasi yang bisa saya raih.
Saya bisa kuat karena pelukan Ibu dan kakak-kakak perempuan yang mendampingi tumbuh kembang saya. Ayah mendampingi masa kehidupan saya hingga usia sembilan tahun, karena beliau berpulang ke rahmatullaah sepekan setelah saya merayakan ulang tahun yang ke-9 saat itu.
Fatherless? Saya pernah merasakan, tapi tak membuat saya melemah. Karena ada sosok ibu yang kuat, kakak yang penuh kasih sayang, guru-guru yang welas asih, dan sahabat-sahabat satu frekuensi, senantiasa mendukung dan mendoakan saya.
***
Masing-masing anak memiliki daya tahan psikologis dalam mengelola emosinya, baik itu rasa marah, kecewa, sedih dan lain-lain.
Saya pribadi lebih mengarahkan diri untuk selalu bersyukur bahwa Tuhan senantiasa melindungi saya dan keluarga.
Terhenyak membaca salah satu tulisan motivasi dari kanal Telegram One Day One Juz, membuat saya merenung dan lagi-lagi bersyukur kepada Allah Swt. Kurang lebih, saya kutip seperti ini:
Salihin/Salihat, prestasi kita saat dulu sekolah itu tetap jadi prestasi yang membanggakan. Tetap jadi tabungan amal shalih sebab kesungguhan kita belajar, dan bisa menjadi motivasi yang baik buat anak-anak kita.
Sedang kesuksesan di masa depan; baik itu karir, ekonomi, popularitas, dan apapun itu yang cenderung materialistik, bukan merupakan tujuan utama dari kita bersekolah.
Tujuan utama bersekolah adalah mendapatkan ilmu. Kalau kata ulama, harta itu rezeki yang paling kecil. Rezeki yang paling besar itu adalah kesehatan. Sedang seutama-utama rezeki adalah ilmu.
Maka, dengan ilmu-lah yang tidak hanya membawa kita pada kesuksesan dunia saja, tapi juga membawa kita pada kesuksesan akhirat.