Sembari duduk di ruangan menunggu petugas berkoordinasi dan berkomunikasi melalui handy talky dengan petugas lain soal koper, tetiba datang seorang wanita paruh baya menyeret koper beroda menuju ruangan.
"Pak, mohon maaf, saya salah ambil koper. Untung belum masuk jalur tol. Saya mau ke Malang. Pas di mobil, saya berusaha buka koper. Lha, tak pikir iki koperku. Tibakno dudu jeee. Pas  coba buka kode, kok gak iso-iso seh. Baru sadar, ternyata dudu thek-ku." Si Ibu menjelaskan dengan terengah (saat itu ia menggunakan logat jawa timur-an yang medhok banget).
"Sepertinya itu koper saya, Bu. Kenapa ibu tidak periksa labelnya? Kok langsung main ambil dan bawa keluar?" Calon suami mencecar pertanyaan padanya.
"Kok ya bisa keluar dari area kedatangan penumpang? Apa petugas tidak cek nama dan nomer barcode tertera di label dengan yang ditempel di tiket pesawat?" Saya ikutan bertanya dengan sedikit kesal.
"Maaf, saya yang kurang teliti," jawab si Ibu dengan wajah memelas.Â
Dan, ternyata koper calon suami dan si Ibu memang sama persis, pun merek-nya. Bedanya, koper milik calon suami saya sudah ada label yang telah ditandai.
Petugas di ruangan meminta maaf atas kejadian itu dan mengingatkan petugas di bagian pintu keluar untuk lebih teliti dalam pemeriksaan.
Kami pun bernapas lega. Untung kopernya tidak ikut si Ibu ke kota tujuannya. Lebih baik jangan deh, masa kopernya 'jalan-jalan' lagi.
Ikut jalan-jalannya pas bareng kami sudah akad nikah dan honeymoon, uhuy!
Nah, demikian pengalaman saya soal koper bagasi yang masih terkenang hingga kini.Â
Syukurlah, perjalanan kami berikutnya aman dan tidak mengalami masalah dengan bagasi. Kami benar-benar memperhatikan label dan pengamanan koper. Pula memastikan nama, nomer tiket dan penerbangan, barcode dan label pribadi yang tersemat agar tidak tertukar dengan pemilik atau penumlang lain.