Bolak-balik kampus nggenjot sepeda, terkantuk-kantuk menunggu giliran bimbingan. Kadang sudah ikut antri, eh, tetiba dosen pulang gak bilang-bilang dari awal. Besoknya datang lagi ke kampus sedari pagi, tak apa dapat giliran siang, pokok-e niat satu: kudu rampung!
Qadarullah, satu dosen mengalami sakit dan bedrest. Saya tak hanya bolak-balik kampus, tapi juga ke rumah Sang Dosen yang harus ganti angkot dua kali sekali jalan. Biaya lagi, meh piye meneh.
Semua saya jalani dengan ikhlas meski capek lahir batin. Doa dari keluarga, utamanya Ibu, juga dari kawan-kawan senasib yang berjuang dengan pembimbingan, membuat saya bertekad menyelesaikannya.
Akhirnya serius lima bulan sejak saya menyentuh kembali skripsi yang sempat terlantar, Bab 1 Pendahuluan hingga Bab 5 Penutup disetujui oleh ketiga dosen. Saya persiapkan kembali sebaik mungkin naskah skripsi dengan menyusunnya mengunakan ketikan yang rapi, masih pake MS-DOS. Sehubungan rental komputer langganan belum menggunakan MS.WORD.
Saya mengejar jadwal ujian sidang dua pekan lagi saat itu. Alhamdulillaah saya bisa mempresentasikan skripsi pada dosen penguji. Selamatnya, dosen killer yang seharusnya bedrest, menyemlatkan hadir ke kampus, hanya menguji sekitar 5 mahasiswa termasuk saya. Biasanya sidang bersama beliau rerata bisa lebih dari setengah jam. Saya dapat kesempatan 10 menit saja!
Itu pun hanya tanya jawab dan diskusi ringan berkaitan dengan hasil penelitian. Saya tidak dicecar pertanyaan yang njlimet dari beliau, berbeda dengan dua dosen lain yang sudah menguji saya dua hari sebelumnya.
Dengan lega hati, saya tumpahkan air mata bahagia keluar dari ruang sidang. Disambut pelukan sahabat saya yang sudah lulus kuliah dan berkenan menyempatkan diri menemani saya ujian. "Ra sah nangis, langsung urus semua urusan buat wisuda bulan depan," ujar sahabat.
Satu bulan berikutnya, saya menjalankan wisuda dengan keharuan. Sangat berkesan, karena untuk pertama kalimya di Upacara Wisuda Universitas, hanya berlangsung dua jam saja, biasanya bisa dari pagi sampai jelang sore. Ini karena keadaan kondisi negara sedang genting di suasana Mei 1998. Rektor Universitas pada waktu itu adalah juga seorang menteri, sehingga tidak bisa berlama-lama di kampus dan harus segera kembali ke Jakarta.
Gelar sarjana ini, saya niatkan untuk kedua orang tua tercinta, juga seluruh keluarga besar yang membantu dan mendukung saya untuk meraihnya. Doa terbaik saya panjatkan buat mereka.
Juga kepada para dosen dan kawan-kawan yang merasakan gedabak-gedebuknya ber-skripsi ria. Sempat terlantar, akhirnya skripsi kelar! Bersyukur dinyatakan Lulus dengan predikat Sangat Memuaskan.Â