Sosok Sri Rohmatiah Djalil juga saya kagumi atas segala kerendahan hati beliau. Sosok pemalu tapi berpotensi luar biasa di setiap tulisannya. Tak salah bila Kompasiana sering menyematkan label Artikel Utama hampir di setiap unggahannya.
Sifat intorvert tak menghalangi beliau berkarya, baik sesrawungan dengan tetangga sekitar di desanya, mbangun deso dan nguri-nguri budaya jawa melalui kegiatan pertanian dan budaya daerahnya. Pula kisah inspiratif seputar kehidupan rumah tangga, utamanya mendukung profesi suami sebagai pelukis.
Saya mengenal beliau jauh sebelum berinteraksi di Kompasiana. Kami bertemu dalam satu kelas edit di komunitas kepenulisan. Berlanjut di Kompasiana, beliau makin berkembang pesat dengan karya tulisnya, bahkan menghasilkan buku solo dan memimpin komunitas menulis para emak.
Namun demikian, sifat rendah hati beliau tidak berubah hingga kini. Obrolan yang mengalir bersamanya, memberikan pelajaran sabar dan tawadhu pada saya dalam menjalani kehidupan.
Begitu pula dengan Mbakyu Yuliyanti, pengusaha alat dan pernak pernik bangunan di desanya, adalah sosok tangguh yang juga saya kagumi. Mengenal beliau saat sama-sama berada dalam komunitas Bintang Akademia di Paytren Academy, kami seiring sejalan dalam mengikuti kelas penulisan dan nyemplung bareng di Kompasiana.
Saya salut dengan kegigihan dan swmangatnya untuk mau belajar dari manapun dan dengan siapapun. Ia labrak mental block agar bisa menulis dengan baik seperti Kompasianer lainnya. Ia putuskan untuk tidak minder, karena sejatinya setiap insan diberikan kesempatan untuk maju dan berwawasan.
Tulisan karya beliau mulai menampakkan hasil berkat tekad kuatnya untuk bisa menulis artikel yang memikat dan bermanfaat. Sesekali puisi, lebih sering resep masakan, pula artikel tentang pekerjaan keseharian melayani para konsumen dan koleganya.
Apalagi ketika akun beliau mendapat apresiasi centang biru, semangatnya makin menggebu untuk selalu memberikan artikel terbaik. Keluguan beliau dengan dialek jawa yang ia sematkan dalam artikel, membuat saya terhibur.
Berikutnya adalah mbak Hennie Triana Oberst. Wanita kelahiran Medan yang kini menetap di Jerman adalah kompasianer yang turut saya kagumi. Konsistensi beliau dalam menyajikan artikel tentang Jerman mengantarkan saya mengenal lebih dekat negara maju di Eropa melalui tulisannya.
Awal perkenalan saya dengan beliau saat diajak mengikuti belajar bersama di grup KPB dan Pak Khrisna Pabichara tentang cerpen atau novel. Berlanjut dengan intens berkomunikasi di grup maupun percakapan pribadi.
Kesamaan saya dengan beliau yang berasal dari keluarga perpaduan Jawa-Melayu, pengalaman merantau jauh dari orang tua, pernah bekerja di perusahaan asing, memiliki seorang putri yang seusia dan kini beranjak remaja, membuat obrolan kami menjadi satu frekuensi. Curhatan saya pada beliau, biasanya berujung tertawa riang atau mentertawakan diri kami sendiri.Â