Turut memeriahkan tema Samber THR Kompasiana tentang Ramadan di masa kecil, saya ingin berbagi cerita masa kanak sekira sebelum usia belasan tahun.
Waktu itu keluarga kami tinggal di desa sekitar wilayah pabrik gula di sebuah kabupaten di Jawa Tengah. Ayah sudah meninggal, lalu kami membeli tanah dan membangun rumah di sana, sehubungan kami harus segera keluar dan pindah dari rumah dinas.
Kehidupan selanjutnya saya jalani bersama Ibu dan kakak-kakak. Karena jarak usia saya dengan kakak terpaut jauh, masa usia sekolah dasar lebih intens saya jalani bersama Ibu dan kakak perempuan persis di atas saya. Kakak yang lain sudah berkeluarga, tinggal di luar kota, dan ada yang menjalani masa kuliah di ibukota provinsi.
***
Saat jelang ramadan, biasa beredar jadwal pembagian sumbangan takjil di lingkungan Rukun Tetangga (RT) masing-masing. Dengan demikian, jauh-jauh hari telah ditentukan tugas siapa saja yang akan menyiapkan takjil untuk musala dan Operation Room di Pabrik Gula.
Musala pabrik tidak terlalu luas, hanya cukup memuat jamaah laki-laki. Untuk jamaah perempuan, pabrik gula menyediakan operation room, yaitu sebutan untuk ruangan serbaguna di sayap kiri Rumah Dinas Administratur Pabrik Gula yang sama luasnya dengan musala.Â
Ruangan tersebut sangat multifungsi bagi kegiatan warga Pabrik Gula, khususnya ibu-ibu dan anak-anak, seperti kursus kecantikan, latihan drama, menari dan menyanyi, demo masak, dan lainnya.
Saat ramadan, ruangan dibersihkan dan ditata untuk salat tarawih jamaah wanita. Ibu kerap ditunjuk menjadi imam salat apabila Pak Kiai atau Ustadz berhalangan hadir memimpin salat tarawih.
Nah, karena jadwal sumbangan takjil telah ditetapkan, ibu selalu bersiap membuat dan menyajikan takjil sesuai jadwal keluarga kami. Pun bersiap menerima pesanan takjil dari kepala keluarga lain di lingkungan kami.Â
Ya, beberapa di antara para Ibu/Istri pegawai Pabrik Gula kerap memesan kue bikinan Ibu ketika tiba giliran mereka menyediakan takjil. Sejak Ayah berdinas di sana, Ibu kerap menerima pesanan kue atau masakan dalam menyambut tamu-tamu dinas Adminiatraur dan jajarannya.
Alhamdulillah, meski tak lagi tinggal di dalam komplek perumahan pabrik gula, mereka masih tetap silaturahim dan meminta bantuan Ibu untuk menyiapkan takjil pesanan mereka.
Di antara favorit kudapan dari pelanggan ibu adalah Bakwan Udang. Buka puasa dengan gorengan memang nikmat. Rasa gurih dan kriuk serta empuknya adonan, membuat sensasi berbuka lebih menyenangkan.
Saya sering membantu Ibu ketika membuat dan menyiapkan bahan-bahan masakan. Komando Ibu untuk mengiris daun bawang, mengupas udang, wortel, mengiris kol, saya lakukan dengan jemari yang belum begitu terampil, tetapi membuat saya terlatih membantu beliau.
Soal teknis takaran adonan dan menggorengnya, Ibu tetap memegang peranan utama. Beliau yang paling tahu tingkat kematangan, menjaga kesegaran gorengan, menyusun udang dengan cermat dalam adonan saat digoreng, sehingga hasilnya tampil cantik dan menarik.
Begitu pula saat membuat Bolu Panggang, saya harus bersiap dengan kekuatan tangan untuk membuat adonan menggunakan blender. Pesanan bisa 4 sampai 5 loyang per hari, siap-siap tangan saya kebas karena kelamaan memegang mixer. Getarannya bakal membuat tangan kecil saya berasa begitu. Tapi saya menyukainya. Menikmati proses bahan-bahannya yang perlahan menyatu lembut menjadi adonan bolu.
Panggangan bolu bulat milik ibu sangat berat bagi saya waktu itu. Panggangan buatan baheula, zaman Belanda -- kata Ibu. Pada bagian lingkaran panggangan ada kaca kecil yang membantu kita melihat adonan di dalamnya. Saat memanggang di atas kompor, harus dialasi dengan lempengan bulat dengan taburan pasir
Saat adonan bolu mengembang, menguar aroma wangi coklat dan vanila yang luar biasa harum. Sampai tetangga kadang ikutan ngintip mampir ke dapur Ibu.
Pada setiap pembuatan kue untuk takjil, Ibu sengaja melebihkan jumlah pesanan, agar si pemesan juga turut menikmati kudapan tersebut tanpa mengurangi jatah takjil yang akan dibagikan di musala atau operation room.
Selain dua kudapan favorit tersebut, masih banyak lagi kue-kue yang biasa dipesan oleh warga, seperti lemper isian daging ayam, arem-arem, tahu isi, bakwan jagung, pais isi pisang dan lainnya.
Jika jarak tempuh tidak terlalu jauh, saya mengantarkan kue-kue takjil tersebut kepada si pemesan dengan berjalan kaki, membawa satubtenong bersusun tiga.Â
Apabila jaraknya jauh, saya menggunakan sepeda atau berboncengan dengan kakak agar tenong (tempat kue berbentuk bulat susun tiga terbuat dari aluminium) tetap stabil dalam pangkuan.
Yang membuat saya senang, kadang-kadang saya dapat amplopan dari para pemesan, "Buat kamu lebaran ya, Nduk."
Amplop berisi beberapa lembar rupiah, saya serahkan ke Ibu. Sebagian Ibu tabung untuk biaya sekolah, sebagian dikasihkan ke saya untuk uang jajan. Hasil menerima pesanan takjil, ibu simpan kembali untuk modal belanja dan biaya kehidupan kami sehari-hari.
***
Sebagai hadiah telah membantu Ibu di dapur, beliau menyediakan Kolak Pisang Ubi, salah satu menu takjil wajib yang selalu ada ketika buka puasa di keuarga kami.
Bisa dibilang, sajian manis ini merupakan salah satu resep takjil buka puasa paling disukai di keluarga besar kami. Menu ini terdiri dari pisang dan ubi yang direbus di dalam kuah santan dan gula merah. Meski demikian, saya belum peenah membuatnya sendiri. Lebih sering menyantap hasil masakan Ibu atau kakak perempuan saya.
Kenangan memasak bersama di dapur bersama Ibu, dengan segala cerita yang mengalir membersamai kami, menjadi nostalgia abadi dalam benak saya.
Juga keceriaan menyusuri jalanan kampung, mengantarkan pesanan takjil dan berangkat tarawih bersama kawan-kawan, melintasi area tebu dan lapangan pabrik gula dengan jajaran pohon-pohon cemara, membuat saya merindukan suasana itu.
Usai tarawih, teman-teman berjajar rapi menerima pembagian takjil. Sahabat dekat berbisik: yang ini pasti buatan ibumu!
Mereka yang sudah hapal dengan takjil signature buatan ibu, layaknya telah mengenal banget merk dagang saja ya!
Demikianlah, sekelumit kenangan yang melekat masa kanak bersama Ibu saat ramadan, di antara berjuta kenangan lainnya yang senantiasa tersimpan abadi.
AlFatihah untuk Ayah dan Ibu. Semoga saya menjadi anak yang berbakti untuk beliau, aamiin.
Salam sehat selalu dan ingat bahagia ya!
***
Artikel 32 - 2023
#Tulisanke-477
#KenanganRamadanMasaKecil
#TebarHikmahRamadan
#thrKompasiana
#NulisdiKompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H