Tak hanya istri yang mengalami KDRT, ada pula justru mereka melakukan pada suami. Atau keduanya melakukan pelampiasan pada anak karena perasaan tak puas atau sakit hati pada pasangan.
Bila kemudian ada yang memilih berpisah demi kebaikan masing-masing, itu adalah pilihan. Bila memilih tetap bertahan dan berharap adanya perubahan baik dari pasangan, itu juga adalah pilihan.
Kedua pilihan tersebut tentu telah dipikirkan dan ditimbang secara masak dan seksama bagi kebaikan kedua belah pihak.
***
Saya tak pandai mengurai teori, pun tak cakap dalam memberikan resep rumah tangga. Karena sejatinya sebagai manusia biasa, saya belajar dari orang-orang di lingkungan saya, seperti orang tua, kakak, kerabat, tetangga. Alhamdulillaah mereka.pun baik-baik saja dengan cara masing-masing meredam segala hantaman berumah tangga.
Bagi keluarga kami, bahagia itu kita yang menciptakan. Kami juga pribadi yang unik, yang tinggal satu atap dalam keluarga kecil.Â
Kegemaran saya, suami dan anak pun berbeda. Kalau pun ada sedikit persamaan dari sekian banyak perbedaan, maka yamg sedikit itulah kami berusaha menyatukan dalam aktivitas bersama.
Satu hal yang menjadi pegangan kami adalah menjaga hati dan pikiran agar satu, sama, terhubung. Mengingat bahwa Allah Swt adalah Pengasih dan Penyayang. Lakukan segalah kasih sayang itu dalam bentuk perilaku apapun dan jadikan setiap ujaran yang keluar dari mulut kami adalah doa.
Jujur, saya sering menangis diam-diam, menitik air mata penyesalan apabila sebagai istri atau ibu, belumlah sempurna bagi malaikat-malaikat tersebut. Masih saja ada omelan ini-itu jika ada hal yang kurang berkenan di hati dalam urusan rumah atau anak.Â
Namun suami dan anak tak pernah putus menghibur dan membesarkan hati saya, bahwa keluarga kami 'ada kehidupan', gak heboh kalau cuma diem-dieman aje!
Suara nyaring saya kadang menyenangkan, -- oh, 'bunda ada ya'- tapi sudah pasti bisa menjengkelkan mereka berdua. Oh, jangan sampai saya yang melakukan KDRT pada orang-orang tercinta di rumah.