Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Lekat dan Akrab Berkat Semangkuk Ceker Ayam Masak Kecap

14 November 2022   09:37 Diperbarui: 14 November 2022   09:47 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ahad pagi yang cerah. Sinar mentari yang hangat menyapa tubuhku dibalik selimut. Betapa ingin kunikmati rasa malas hari ini, dengan alasan bukan hari sekolah yang membuat penat keseharian.

"Dek, cepat bangun! Lelat lelet wae ning kasur. Ndang mandi-o!" Mbak Widi mengusikku dengan suara lantangnya. Ia sedang membereskan kasur-kasur di kamar kami.

"Ayo, Dek! Ra ngganggo suwe, thooo.. Ngko ra kebagian sarapan lho! Wes jam pitu iki," gerutunya keluar nyaring sembari tangannya sigap menggebah seprai, melipat selimut dan menata bantal guling.

" Hissh, ndang cepet tho, Dek!" Kini sapu lidi di tangannya melesat cepat, nyeples pahaku.

"Aduuh! Loro tho yooo," kuusap pahaku, mringis nahan pedes. Mbak Widi malah mengangkat sapu lidinya. "Arep njaluk meneh? Heh?" Ancamannya membuatku bangkit terburu dan setengah berlari meninggalkannya, segera menuju ke kamar mandi.

***

Kulihat Mbak Dian merapikan dan menyiapkan meja makan. Piring bersih bertumpuk rapi di sisi meja dengan beberapa sendok dan garpu berkumpul di atasnya.

Bergelas-gelas teh hangat, kopi susu dan air putih berderet rapi di atas nampan. Siapapun boleh minum sesuai selera hari itu. Demikianlah kebiasaan keluarga kami.

"Wes wangi, anak bapak sing ayu dewe," puji Bapak sembari mencium rambutku yang baru saja keramas dan tersisir rapi dengan hiasan jepit rambut kupu-kupu.

"Mbak, ibu masak apa?" Mbak Dian hanya mengerling padaku. "Pokok-e ora pareng rebutan," Bapak menimpali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun