Semenjak usia sekolah dasar, saya memperhatikan dan mengamati aktivitas ibu dan para tetangga dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Mengenal tentang Rukun Tetangga dan Rukun Warga melalui buku pendidikan di sekolah, lalu mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan tempat tinggal.
Pak RT yang baik dan ramah menyapa warga serta bijak memimpinnya. Pak Sekretaris RT yang notabene juga guru sekolah saya. Mereka menjadi contoh panutan warga.
Saat rapat dengan warga, mau seheboh apapun diskusi berjalan, semua menerima keputusan dengan lilo lan legowo, rela dan ikhlas. Toh keputusan tersebut adalah yang terbaik dan tak bisa memuaskan setiap kepala.
Nah, setiap kali ada rapat, pesanan kue hampir selalu tertuju pada Ibu untuk membuatnya. Pun ibu tak membuat sendiri. Terkadang jika jumlah pesanan cukup banyak, para tetangga sukarela membantu ibu mengadon bahan kue dan masakan.
Tak dibayar tak mengapa, membawa pulang kue yang sengaja ibu lebihkan dalam membuatnya, telah menyematkan senyum lebar mereka. Tentu berbeda halnya jika tim para emak yang masak di dapur guna acara hajatan warga. Selain membawa pulang bekal makanan, mereka juga mendapatkan tali asih atas tenaga dan waktu yang diberikan.
Keakraban dan rasa persaudaraan di antara kami dan para tetangga, alhamdulillah terjalin erat dan baik. Meski ibu saya telah pindah rumah ke kota lain, begitu juga kakak dan saya sendiri merantau dan menetap di kota yang baru, silaturahim tetap terjalin.
Terkadang bila ada kesempatan reuni sekolah atau arisan sesama teman, kakak saya hadir bertemu tetangga kami di kampung, mewakili keluarga menyambungkan silaturahim.
Pada suatu kesempatan mudik sejenak Juni tahun ini, saya mampir sejenak bertemu para tetangga yang masih hidup dan adik sepermainan masa remaja. Hampir 25 tahun tidak bertemu, rindu itu tetap ada dan menyatu. Sungguh keharuan yang pecah dengan air mata sukacita.
Saling memperkenalkan pasangan dan anak-masing-masing, bernostalgia tempo dulu, sungguh kenangan yang tak terlupakan.Â
Kami yakin dan percaya, silaturahim itu memperluas rezeki dan memperpanjang umur. Tak hanya sekedar hitungan usia, tapi 'umur' atas kebaikan yang senantiasa disebut-sebut mulai dari kakek-nenek, ayah-ibu dan kerabat kita. Sehingga sampai anak-cucu pun menikmati kebaikan dari pendahulunya. Bukankah sebutan dan omongan baik yang dibicarakan adalah doa?
***