Tiketnya pun unik. Bentuknya bukan lembaran kertas atau print out dari mesin otomatis anjungan tiket mandiri yang kita beli secara online seperti sekarang.
Melainkan berukuran kecil dan sedikit tebal, seperti kartu domino. Tiket atau karcis KA ini tertera nama kereta yang kita naiki, stempel tanggal keberangkatan, dan stasiun asal keberangkatan. Juga nomer seri tiket.
Pada jam dan pemberhentian stasiun tertentu, tiket akan dicek secara berkala oleh petugas dengan cara melubangi sisi pinggir atau tengah tiket dengan alat pembolong check log mirip tang.
Berbeda halnya pemandangan yang saya dapatkan saat berperjalanan dari Stasiun Semarang menuju Stasiun Cepu menggunakan KA MAHARANI di tahun 2016.
Panorama yang tersaji adalah kawasan rumah perhutani dan kayu log yang bertumpuk serta rumah-rumah tradisonal jawa yang masih mempertahankan bentuk joglo. Terkadang kami melihat jajaran rumah dinas bangunan kuno era Belanda. Entah milik perhutani atau perusahaan jawatan perkeretaapian.
Anak saya sangat menyukai transportasi ini. Selain tenang, cepat sampai tujuan, suguhan pemandangan inilah yang ia tidak dapatkan dengan kendaraan lain. Menikmati perjalanan hingga tertidur nyenyak pun adalah bonus bagi kami.
Kami pun saling berbagi cerita, baik kisah saya masa kuliah seperti di atas, tentang sejarah dan budaya masyarakat jawa daerah lesisir, sejarah adanya rel kereta api di Jawa dan mengapa tidak tersedia KA Penumpang di Kalimantan Timur. Â Sesekali anak saya menimpali dengan penjelasan sejarah yang oernah didaparnya dari guru, buku dan tayangan youtube.
Bahkan saat mengunjungi Lawang Sewu Semarang yang memuat sejarah perkeretapian di Indonesia, kami sangat antuasias menyaksikan peninggalan zaman kolonial di museum yang terletak di kawasan Tugu Muda.
***
Kenangan menarik yang takterlupa saat menjadi penumpang setia KA, adalah aksi para penjual makanan yang naik dan masuk ke gerbong kereta kelas ekonomi. Menemani sepanjang perjalanan hinga stasiun akhir di Tegal.