Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Penuhi 3 Hak Anak dan Jadilah "Es yang Mencair" Untuknya

25 Agustus 2022   11:49 Diperbarui: 25 Agustus 2022   11:50 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ustadzah Hayati Fashihah Lubis menyanpiakn materi kajian pola asuh anak (Dok.Pri. Siska Artati).

Pembaca yang budiman, orang tua tentu menginginkan anak-anak selalu dekat dengannya. Baik secara fisik maupun psikis. Begitu juga anak, ingin selalu dekat dengan orang tua yang mau mengerti tentang keadaan dan kemauan dirinya dalam proses tumbuh kembang dari masa anak-anak, remaja, hingga dewasa.

Bukan saja menjadi panutan untuk bekal menjalani kehidupan, namun anak juga membutuhkan peran orang tua yang bisa menampung segala keluh kesah, curahan hatinya, berdiskusi dan meminta pendapat dan nasehat. 

Anak-anak membutuhkan sandaran saat ia meluruh dan butuh kekuatan menghadapi permasalahan.

Oleh karena itulah, saya dan suami dengan suka cita memenuhi undangan komite dan sekolah anak gadis kami, guna mengikuti kajian rutin TAUBAT - Ta'lim Orang Tua Hebat, yang mengusung tema Menjadi Sahabat Terbaik Anak, bersama Ustadzah Hayati Fashihah Lubis, Lc. MA. 

Melingkar di majelis ilmu seperti ini, sangat kami butuhkan untuk belajar dan berilmu sebagai insan yang terus berproses menjadi orang tua.

Ustadzah Hayati Fashihah Lubis menyanpiakn materi kajian pola asuh anak (Dok.Pri. Siska Artati).
Ustadzah Hayati Fashihah Lubis menyanpiakn materi kajian pola asuh anak (Dok.Pri. Siska Artati).

Untuk pertama kalinya kami berdua mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh komite sekolah, sehubugan anak gadis kami adalah siswa tahun ajaran baru di tingkat pertama sekolah menengah atas. In syaa Allah kegiatan ta'lim ini akan rutin diselenggarakan setiap Hari Sabtu pekan ketiga setiap bulannya.


***


Ada istilah yang mengatakan bahwa orang yang tak menyayangi, maka ia tak disayangi. Orang yang tak punya kasih sayang, maka ia tak akan mendapatkannya dari orang lain.

Orang yang tidak bisa menjadikan orang lain sebagai sahabat, maka tidak ada orang lain yang ingin menjadikannya sebagai sahabat.

Maka berkaitan dengan tema kajian tersebut di atas, Ustadzah Fashihah menjelaskan bagaimana agar kita sebagai orang tua dijadikan sebagai sahabat oleh anak sendiri.

Setidaknya ada tiga hak anak yang wajib dipenuhi oleh orang tua sebagaimana dijelaskaan oleh Rasulullaah SAW di dalam sebuah hadis yang terdapat dalam kitab Tanbih al-Ghafilin sebagaimana yang saya unggah dalam bidik layar di bawah ini.

Olah gambar dari bidik layar melalui https://harakah.id
Olah gambar dari bidik layar melalui https://harakah.id


Penjelasannya swperti yang saya rangkumkan dalam ta'lim ini.

Pertama, Anak berhak mendapatkan nama yang bagus.

Perbaguslah nama anak-anak kita karena di dalam nama tersebut tersemat doa dan harapan orang tua kepadanya. Kelak Allah akan memanggil makhluk ciptaan-Nya sesuai namanya. 

Dengan memiliki nama yang baik, anak lebih percaya diri dan bangga dengan identitasnya sebagai anak sholeh dan sholehah bagi diri dan orang tuanya. 

Nama yang diberikan boleh saja diambilkan dari nama para nabi, sahabat, istri nabi, para pejuang, atau bahasa daerah yang memiliki makna baik dan terpuji. Sebagai orang tua, kita menyesuaikan pemberian nama sesuai jenis kelamin sehingga dirasa layak dan pantas disandang nama tersebut kepada anak.

Bidik layar ilustrasi keluarga dari https://www.istockphoto.com/id/foto
Bidik layar ilustrasi keluarga dari https://www.istockphoto.com/id/foto

Kedua, Anak berhak mendapatkan pengajaran Al-Quran bila ia telah berakal.

Meski terasa berat, memang demikianlah hak anak yang harus kita penuhi kepadanya. Sejak dalam buaian, kita mengenalkan tentang Allah yang Esa dengan segala kebaikan-Nya. 

Seiring dengan tumbuh kembang dan daya nalarnya, kita membimbing dan mengajarkan adab, sopan santun dan ajaran agama dengan baik.

Pelajaran dan pengajaran bidang umum pun, anak kita bisa mendapatkannya melalui Al-Quran. Karena semua bidang ilmu yang ada di muka bumi ini terjabarkan pada ayat-ayat Allah.

Jangan sampai kita menuntut kebaikan anak tetapi tak pernah menanam kebaikan tersebut pada diri anak. Ibarat kita punya lahan yang luas dan subur, tetapi kita tak pernah menanam dan mengelola lahan tersebut, tetapi meminta panen rambutan dari lahan itu.

Kita tak pernah beli bibit, tidak memupuk, pun tak membayar orang untuk mengerjakan dan mengelola lahan, merawat dan menelihara tanamannya. Tahu-tahu pengen panen, tentu sebuah hal yang mustahil, bukan?

Nah, dengan mengajarkan Alquran kepada anak, mereka mengenal tentang Allah, adab, akhlak, pendidikan fiqih, muamalah, dan lain sebagainya.

Ketiga, Anak berhak menikah bila ia telah siap untuk dinikahkan.

Baik anak laki-laki dan perempuan, apabila kita sebagai orang tua melihat tanda-tanda bahwa anak menggebu ingin menikah dan telah mantap dengan calon pasangannya, maka kita wajib menikahkannya untuk menghindari peebuatan dosa.

Tak perlu menunda hingga anak harus selesai S2 terlebih dahulu, misalnya. In syaa Allah, rezeki keduanya telah diatur dan ditetapkan oleh Allah, dan mereka memiliki bekal untuk bisa bertahan hidup dan berjuang menghidupi keluarga barunya.

Memang setiap anak berbeda dalam kesiapan menuju pernikahan sesuai dengan kematangan pemikiran dan pemahaman tentang rumah tangga. 

Ada yang masih kuliah semester akhir namun mantap untuk menikah. Ada yang sudah lulus meraih gelar sarjana, bekerja dan memiliki penghasilan, baru memantapkan diri untik berumah tangga.

Intinya adalah, jika anak telah memiliki kemantapan untuk menikah, penuhi hak anak tersebut untuk dinikahkan.

***

Ilustrasi gambar: https://m.dream.co.id/parenting
Ilustrasi gambar: https://m.dream.co.id/parenting

Kedekatan anak dan orang tua pastilah sangat diinginkan antarkeduanya. Ketika orang tua tidak memperhatikan dan memberikan kasih sayang, bisa jadi kelak anak tidak peduli dengan orang tuanya yang semakin renta. Sebab semasa dalam pengasuhan, mereka tidak dikenalkan tentang rasa sayang, kepedulian, perhatian dari orang tua.

Kita pun pernah mendengar dan menyaksikan kasus anak menelantarkan orang tua di usia senja, tak mau mengurusnya, sehingga hidup dan tinggal di panti jompo. Tentunya hal seperti demikian tidaklah kita harapkan.

Nasehat bijak mengatakan bahwa sebagaimana kita berutang, demikian pula kita membayarnya. Bagaimana kita menanam, demikianlah hasil yang kita tuai. Tentu kita menginginkan menanamkan kebaikan agar kelak anak juga berbuat baik kepada orangtua dan lingkungannya.

Namun terkadang sebagai orang tua, kita memiliki ego yang tinggi kepada anak. Merasa diri lebih berkuasa dan tak bersetara dengannya. Kadang kita kurang memberikan kepercayaan dan rasa nyaman kepada anak saat beraktivitas. Lebih posesif dan cenderung curiga, sehingga anak tidak merasa bebas dalam kontrol ketat orang tua.

Sedangkan diri kita sebagai orang tua menuntut agar kita dijadikan sahabat oleh anak, agar mereka membuka diri dan berbagi cerita dengan orang tua layaknya sahabat dekat. 

Terkadang kita menasehati anak dengan ujaran A, bisa ditanggapi dengan B,C,D,E,F,G,H, I, J hingga Z. Padahal kita baru menyampaikan hal A saja padanya. Lalu, muncul beda pendapat dan bersitegang.

Lantas, bagaimana caranya agar kita bisa menjadi sahabat terbaik bagi anak, sehingga nereka nyaman?


Ustadzah Fashihah memberikan paparan dalam bentuk ilustrasi.

Untuk bisa menjadi sahabat bagi anak dengan mudah adalah dengan membereskan segala hak anak dan urusan kita kepada Allah SWT. 

Jika telah kita penuhi hak-haknya namun belum juga bersahabat dengannya, maka jadilah es yang mencair untuknya.

Taruhlah kata, ada es batu yang dingin membeku berwarna bening, kita ibaratkan itulah anak-anak kita. Lalu, kita ingin es batu tersebut berubah berwarna merah. Caranya bagaimana? 

Apakah kita tuangi dengan tinta merah?

Atau kita beri sirup berwarna merah? 

Kan, tetap saja sebenarnya es batu tersebut tetap bening, luarnya saja yang merah melingkupinya.

Jika anak masih kekeuh, masih keras kepala, bersikukuh dengan pendapat dan sikapnya melawan orang tua, dirinya sedang berada dalam posisi es batu bening yang beku tadi.

Kalau kita ingin membentuknya menjadi es warna merah sesuai maunya kita dengan keras pula, tentu saja hal tersebut tak bisa terjadi. Kalau dipaksakan, malah esnya akan pecah dan hancur.

Caranya, harus dilelehkan dulu esnya. Buat ia mencair perlahan-lahan. Begitu pula ego orang tua terhadap anak, turunkan lebih dahulu, agar sama-sama mencair suasana batin dan pikiran. Sehingga orang tua juga akan mudah membentuknya menjadi pribadi yang kuat dan tangguh seperti es batu berwarna merah seperti yang diinginkan.

Menjadi es batu yang mencair tidak hanya bagi anak, tetapi juga untuk orang tua agar membersamai anak dengan ketenangan dan kesejukan saat mereka membutuhkan kita dalam proses kehidupannya.

Jika pun anak melakukan suatu kesalahan, anggap saja kita pura-puta tidak tahu dan tak perlu menegur saat itu juga dihadapannya dengan omelan. Supaya es batu yang menggumpal terus, bisa mencair terlebih dahulu, dan kita bisa bercengkrama dan berdiskusi dengan kenyamanan masing-masing.

In syaa Allah, melalui berbincang dari hati ke hati dengan anak, dalam suasana rileks yang kita bangun, maka frekuensi yang sama diharapkan mendapatkan solusi atas permasalahan yang dihadapinya.

Mereka merasa mendapatkan sandaran dan dukungan yang memberikan rasa aman dan nyaman dari orang tua.

Demikian, semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua dan menjadi pengingat bagi diri pribadi penulis yang masih berkekurangan atas ilmu pola asuh anak. 

Semoga kita semua diberikan kemudahan, keringanan dan kelancaran dalam mengasuh anak-anak sepanjang hayat dikandung badan. Aamiin

Salam sehat selalu dan jaga jiwa tetap bahagia

***

Artikel 95 - 2022

#Tulisanke-395
#ArtikelParenting
#KajianTAUBAT
#MenjadiSahabatTerbaikAnak
#NulisdiKompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun