Kedekatan anak dan orang tua pastilah sangat diinginkan antarkeduanya. Ketika orang tua tidak memperhatikan dan memberikan kasih sayang, bisa jadi kelak anak tidak peduli dengan orang tuanya yang semakin renta. Sebab semasa dalam pengasuhan, mereka tidak dikenalkan tentang rasa sayang, kepedulian, perhatian dari orang tua.
Kita pun pernah mendengar dan menyaksikan kasus anak menelantarkan orang tua di usia senja, tak mau mengurusnya, sehingga hidup dan tinggal di panti jompo. Tentunya hal seperti demikian tidaklah kita harapkan.
Nasehat bijak mengatakan bahwa sebagaimana kita berutang, demikian pula kita membayarnya. Bagaimana kita menanam, demikianlah hasil yang kita tuai. Tentu kita menginginkan menanamkan kebaikan agar kelak anak juga berbuat baik kepada orangtua dan lingkungannya.
Namun terkadang sebagai orang tua, kita memiliki ego yang tinggi kepada anak. Merasa diri lebih berkuasa dan tak bersetara dengannya. Kadang kita kurang memberikan kepercayaan dan rasa nyaman kepada anak saat beraktivitas. Lebih posesif dan cenderung curiga, sehingga anak tidak merasa bebas dalam kontrol ketat orang tua.
Sedangkan diri kita sebagai orang tua menuntut agar kita dijadikan sahabat oleh anak, agar mereka membuka diri dan berbagi cerita dengan orang tua layaknya sahabat dekat.Â
Terkadang kita menasehati anak dengan ujaran A, bisa ditanggapi dengan B,C,D,E,F,G,H, I, J hingga Z. Padahal kita baru menyampaikan hal A saja padanya. Lalu, muncul beda pendapat dan bersitegang.
Lantas, bagaimana caranya agar kita bisa menjadi sahabat terbaik bagi anak, sehingga nereka nyaman?
Ustadzah Fashihah memberikan paparan dalam bentuk ilustrasi.
Untuk bisa menjadi sahabat bagi anak dengan mudah adalah dengan membereskan segala hak anak dan urusan kita kepada Allah SWT.Â
Jika telah kita penuhi hak-haknya namun belum juga bersahabat dengannya, maka jadilah es yang mencair untuknya.