Sebagai emak yang punya pengalaman nge-kost saat jadi siswa, mahasiswa, dan pekerja aktif, saya tentu bersentuhan dengan makanan yang satu ini. Ya, mie instan!
Sependek ingatan saya, jarang nyetok sih, tapi ada kalanya menyantap menu ini saat lagi kepengen dan ada uang di dompet untuk membelinya barang satu atau dua bungkus.
Ada yang bilang, makan mie instan tuh pas tanggal tua, karena duit udah mepet, nominalnya menipis. Jadi biar ngirit, makan mie aja deh daripada nasi campur.
***
Saya kurang setuju dengan pendapat tersebut. Bukan masalah tanggal muda atau tanggal tua, tapi menikmati semangkok mie instan itu lebih pada mood yang lagi mampir di jiwa, apalagi kalau cuaca mendukung. Ya nggak, sih?
Tetiba hujan lebat di luar, pengen nyruput mie kuah, lengkap dengan telur adukannya dan bubuk pedes-pedes manja gituh.
Tetiba mendung gerimis seharian, gak berhenti jua dari pagi sampai sore, ooooiii... makan seblak mie instan kan woke bangeeet, guys!
Waaah, apalagi kalau kawan-kawan anak gadis main ke rumah, makanan yang murah ceria dan mudah di masak, ya mie instan.Â
Dulu, saat masih kerja kantoran, minimal saya punya satu atau dua bungkus di laci kerja. Buat jaga-jaga jika gak ada waktu beli makan di luar atau pas gak selera dengan menu katering.
Tetapi, sayangnya, kini sebagai emak, saya gak dapat izin suami untuk nyetok mie instan di lemari makanan dapur kami. Padahal, kalau kita pas lagi bikin semangkuk mie, eh, beliau juga yang turut andil menghabiskannya!Â
***
Apa alasan suami saya agar kami tak punya stok mie instan di rumah?Â
Beliau berkeinginan agar kami memulai hidup dengan makan makanan sehat. Meski belum sempurna terpenuhi, minimal tidak tergoda dengan mengkonsumsi mie instan.
Seperti yang saya baca dari Gramedia.com bahwa oleh Mie instan menggunakan MSG atau monosodium glutamat supaya rasanya menjadi lebih gurih.Â
Karena, kandungan MSG yang cukup tinggi di dalam satu porsi mie instan maka akan memicu penyakit jantung. Maka dari itu, mie instan ini tidak disarankan untuk dikonsumsi oleh penderita hipertensi, gagal jantung, penggunaan obat diuretik, dan beberapa jenis obat antidepresan.
Itulah sebabnya di dalam setiap masakan yang saya olah, hanya menggunakan penyedap nonMSG dan kaldu jamur.
Tapi..tapi...tapi, kalau gak makan mie instan, kayaknya kok gak punya selera nusantara, ya. Secara mie instan buatan Indonesia itu endul banget, terkenal hingga manca negara. Tersedia berbagai rasa ala daerah di negeri kita, baik yang jenis kuah maupun goreng.Â
Belumlah lagi jika kita olah mie instan sebagai isian lumpia, martabak mie, bakwan mie, dan cemilan lainnya. Gumus, kan? (Saking gemesnya).
***
Baiklah, mungkin saja keluarga kami gak sering mengkonsumsi dalam sebulan. Namun sekali ada kesempatan boleh beli dan mengolahnya di hari itu, wah, kalap nih! Bisa dua bungkus untuk sorangan wae!
So, kalau mie instan harganya naik, gimana?
Sok aja naik, lah. Namanya juga banyak penggemar dan penikmatnya, mau seharga apa jua, bakalan diburu dan dibeli, kan.
Laaah, saya juga ngrasain kok harga mie instan dari harga tigaratus limapuluh rupiah per bungkus, trus naik jadi limaratus rupiah, hingga mencapai duaribu rupiah, dan kini berkisar tigaribu limaratus sampai 4 ribu rupiah per bungkus.Â
Penggemar setia mie instan tetap aja beli, meski yaaa, ada protes juga kali, hehehe.
Begitulah, jelang tengah bulan, sebelum akhir bulan menyapa, mending saya siapkan stok telur satu piring, dua kaleng sarden, satu kaleng kornet sapi.Â
Daaaan...tangan menjulur ke deretan rak mie instan! Jemari menari liar diantara pajangan mie segala rasa. Benci tapi rindu!
Nyetok gak ya?
***
Artikel 89-2022
#Tulisanke-389
#MieInstanNaik
#diarySiskaArtati
#NulisdiKompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H