Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjemput Hidayah Melalui Hijab

10 Agustus 2022   09:13 Diperbarui: 10 Agustus 2022   09:48 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: https://m.dream.co.id

Berkaca dari pengalaman pribadi, tidak mudah berhijrah untuk berkomitmen dan istiqomah mengenakan hijab.

Semasa studi di tingkat akhir menengah atas, ada lima kawan setingkat yang memutuskan mengenakan hijab di sekolah. Tempat studi kami adalah sekolah negeri. Bersyukur kepala sekolah dan guru mendukung dan tidak mengintimidasi untuk buka-tutup hijab bagi siswa muslimah. Pada era 1990-an, menggunakan hijab masih asing di sekolah negeri. Namun, memasuki era 1991, sekolah negeri memperbolehkan mengenakan hijab bagi siswa muslimah, tentu dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.

Jujur, saya iri dan pengen mengenakan, tapi belum masuk pada tahap kesadaran penuh untuk melakukannya. Kakak saya sudah mengenakannya di masa itu, pun kesadaran dan pemahamannya tumbuh pada proses ta'aruf dengan calon suaminya. Itu pun belum disusul oleh kakak-kakak perempuan lainnya. Kelak mereka berhijab pun dengan kesadaran dan pemahamannya yang berproses dalam kehidupan masing-masing.

Saya mengenakan hijab dengan proses hijrah yang berbeda dengan kakak. Allah menyadarkan saya dengan cara-Nya, yaitu saat saya sedang mengalami sakit. Pada titik kritis yang menurut saya -pada saat itu - hampir sakramatul maut. Tiada henti beristighfar, mohon ampun pada-Nya. Meminta dengan penghambaan yang pasrah, kelak bisa berpulang dalam keadaan husnul khatimah.

Allah memberi saya kesempatan dengan nikmat sehat, nikmat hidup, nikmat kelapangan beraktivitas. Juga nikmat silaturahim, bertemu dengan komunitas pencinta Quran. Dia berikan petunjuk agar saya menemukan jalan hidayah itu.

Dengan meminta restu dan doa Ibu, saya memutuskan berhijab di saat Idul Fitri semasa kuliah semester 2. Sebelum memutuskan berhijab, saya banyak bertanya kepada kakak, kawan-kawan seperjuangan, dan komunitas muslimah lainnya. Tentu juga bertanya jawab dan berdiskusi dengan  dosen yang paham tentang agama Islam utamanya tentang hijab.

Saya mengenakannya tanpa paksaan dari keluarga atau orang-orang di sekitar pergaulan. Kesadaran ini tumbuh dan berkembang dalam proses kehidupan saya sendiri.

***

Berbeda halnya dengan Nakdis. Sebagai anak yang lahir, tumbuh dan berkembang dari keluarga kecil kami, ia melihat dan mencontoh dari orang tua, terutama saya sebagai ibunya.

Pula ia menyaksikan dari bude atau tantenya. Juga para tetangga, kawan-kawan muslimah saya, para guru dan orang-orang ditemuinya. 

Ada pertanyaan yang muncul, mengapa mbak ini berhijab, yang itu tidak. Kami menjawab dan menjelaskan sebisa dan semampu kami sesuai dengan tingkat pemahamannya sebagai seorang anak.

Baca juga: Memilih Sekolah Berbasis Jaringan Sekolah Islam Terpadu untuk Anak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun