Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketika Ingatan itu Tak Lumpuh

3 Agustus 2022   14:30 Diperbarui: 3 Agustus 2022   14:34 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Barakallaah fii umrik, Fir. Sehat selalu dan doa terbaik buatmu.

Sebuah pesan singkat masuk di gawai milik wanita berparas ayu. Sang pemilik tersenyum simpul, dan sedikit mengernyit saat membaca isinya. Tumben.

Belum sempat membalas, masuk pesan berikutnya. 

Sedang sibuk apa sekarang? menulis artikel?

Jiaah, lelaki itu seperti sengaja membuka obrolan. Kesambet apa Mas Doni nanya begini?

Sejenak, perempuan bermata bulat itu memperhatikan dengan seksama, memastikan ia tidak salah baca kiriman pesan itu. Meyakinkan diri, bahwa nama dan nomer yang tertera benar-benar dari lelaki yang pernah mengisi relung hatinya.

Ah, kenapa juga aku masih menyimpannya, sih?

Kalau sedang sibuk, lanjutkan aja, Fir. Semoga ucapan milad barusan berkenan.

Sekali lagi, wanita muda itu tersenyum simpul. Menghela nafas sejenak, lalu...

***

Baca juga: Sepatu Sang Juara

Terdengar suara getar gawai di meja kerja. Pria berkumis tipis itu meletakkan cangkir kopi di atas bufet, mendekat ke arah bunyi itu.

Matanya takjub, mendapati nama wanita yang tertera di ponselnya, dan masih berdering! Haruskah kuangkat?

Getar gawainya berhenti. Pria itu menghela nafas panjang, menyesal tak segera mengangkat panggilan itu. Bukankah sapaan itu dimulai dari dirinya yang tetiba merindu? Sssh..! Pantes gak sih nelpon balik Fira!

Sedikit kesal, berkacak pinggang, lelaki itu menggaruk telinganya yang takgatal. Berharap ponselnya bergetar lagi dan memunculkan nama yang sama.

Dan...

***

Fira bingung sendiri dengan apa yang dilakukannya barusan. Tak percaya bahwa ia berani menelpon Mas Doni. Kenapa tangan lentiknya malah memencet ikon call. Setelah sekian lama mereka jarang bersapa melalui media sosial.

Terselip sesal, aiiis.. ngapain juga sih aku nelpon, balas pesan aja kan bisa!

Pikirannya melayang sejenak bertahun silam, matanya mencoba fokus membaca naskah yang sebentar lagi akan dikirim ke admin grup penulisan.

Baru saja jemarinya menyentuh papan tuts laptop, nada dering gawai mengalihkan perhatiannya. Debar jantungnya membuncah. Dengan mengumpulkan kekuatan batinnya yang bercampuk aduk, bibir berlipstik merah marun itu pun mengucap salam.

"Assalamu'alaikum.."

"Wa'alaikumussalam warahmatullaahi wa barakaatuh. Tadi nelpon, Fir?" Terdengar sedikit gugup suara pria di ujung telpon.

"Iya, Mas. Niatnya mau ngucapin makasih aja secara langsung. Sorry jika ganggu kerjaan Mas Doni." Wanita itu meringis, mengerjap-kerjap matanya, menahan desis suaranya sendiri.

"Iya, telponmu menggangu keasyikanku minum kopi pagi ini," bersambung dengan suara tawa renyah "Sekali lagi, selamat milad ya," sambungnya dengan nada senyuman.

"Makasih, Mas. Masih ingat, tho? Tumben ngucapin segala." Fira mengerjapkan matanya lagi sembari mengatup bibirnya erat.

"Emmm...tetap masih lah, ingatanku taklumpuh soal itu. Meski sudah bertahun-tahun aku hampir tak menghubungimu lagi." Ada desah nafas berat di ujung kata.

"Semoga kamu berkenan saja, Fir." Kata itu kembali berulang, kini langsung dari bibir lelaki yang sedang tak karuan hatinya.

"Ya, Mas. Makasih atas doa dan perhatiannya. Silahkan kalau mau lanjut lagi aktivitasnya. Salam untuk nyonya, ya." Fira berusaha mengendalikan suaranya.

"In syaa Allah. Maafkan kesalahanku, ya. Salam juga untuk keluarga." Doni menghela nafas panjang. "Assalamu'alaikum." 

Di pagi yang bergelanyut mendung, Fira membalas salam dan menutup sambungan telpon.

Senyum getir masih bergelanyut, mengenang sejenak saat dulu bersama lelaki pujaannya itu. 

"Lumpuhkanlah ingatanku, hapuskan tentang dia, hapuskan memoriku tentangnya." *) Senandung lirih yang lebih pas sebagai gumaman.

Haruskah kuhapus saja kontaknya dari gawai?

***

Pria berkumis tipis itu kembali menyesap sisa kopi di cangkirnya. Pahit namun menyisakan manis di lidah.

Melamun sejenak, melemparkan pandangan pada sebingkai foto dirinya bersama keluarga kecilnya.

"Fir, hapus saja nama dan nomer kontakku, jika itu melegakan pikiranmu. Anggap saja telah terhapus dan melumpuhkan tentangku."

Di seberang pulau, Fira membaca pesan masuk tanpa nama. Tapi dari isinya jelas datang dari lelaki yang beberapa saat lalu menelponnya.

Nomer ponsel itu, sekali lagi tertera digawainya.

Jemari lentiknya menari di antara SIMPAN dan HAPUS.

***

*) Bagian Lirik lagu Lumpuhkan Ingatanku - Geisha

Artikel 86 - 2022

#Tulisanke-386
#CerpenSiskaArtati
#NulisdiKompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun