Sependek ingatan saya, memberikan hadiah sebagai kenang-kenangan atau cinderamata kepada para guru, dimulai sejak anak saya mengenal bangku sekolah di tingkat Pendidikan Usia Dini.
Pemberian ini dilakukan secara kolektif oleh orang tua siswa atau wali murid saat perpisahan tahun ajaran berakhir.
Berbeda halnya dengan kegiatan pemberian paket sembako yang diberikan setiap jelang hari raya idul fitri, maka bingkisan lebaran memang menjadi agenda rutin yang diambilkan dari dana iuran komite sekolah.
***
Kenang-kenangan, cinderamata, tanda asih, apapun namanya, bagi saya pribadi tetaplah disebut hadiah.
Pemberiannya sih tergantung dari niat awal, mengapa kita berikan hadiah tersebut kepada para guru.
Ya, segala sesuatu kan dilakukan atas niatnya. Nah, niat utama para orangtua dan siswa adalah rasa syukur dan terima kasih atas bimbingan para guru dan dedikasi yang luar biasa guna mendidik dan membimbing anak-anak kita selama berinteraksi di sekolah.
Orang tua sendiri tak bisa melakukannya sendiri. Kita perlu bantuan mereka untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan wawasan yang sistematis dan terstruktur melalui lembaga pendidikan, sebuah pendampingan bersama para guru di luar keluarga.
Ada yang menyebutkan bahwa memberi hadiah kepada guru itu tidaklah semestinya, karena mereka telah mendapatkan gaji atau upah dari jasa yang telah dilakukannya.
Namun bagi siswa dan orangtua, saling memberi hadiah adalah bentuk apresiasi dan penghargaan tulus, bukan karena agar anak dapat nilai bagus, bisa naik kelas, dan lain sebagainya.
Prestasi yang diperoleh anak, semua tak luput dari peran guru, dukungan orang tua dan motivasi dari dalam diri anak untuk melakukan dan memberikan yang terbaik.
Mereka pun kadang menyediakan hadiah bagi anak didiknya yang berprestasi di kelas dan sekolah guna memotivasi peserta didik lainnya agar memberikan usaha terbaik dalam proses kegiatan belajar mengajar dan mencapai prestasi tertinggi.
***
Ketika suatu masa saya menjadi bagian dari pengurus komite sekolah, hal ini menjadi perbincangan dan diskusi antara komite dan pihak sekolah sendiri.
Ada yang menyetujui program pemberian hadiah yang berlangsung tiap tahunnya, yang seakan menjadi tradisi turun-temurun. Ada yang pula yang keberatan untuk harus iuran aecara kolektif guna membeli keperluan hadiah, sehubungan orang tua juga sudah menyalurkan iuran melalui komite sekolah untuk memberikan bingkisan tahunan.
Ya, hampir semua kelas melakukan hal yang sama, melalui perkumpulan orangtua siswa, mereka secara kolektif menyediakan hadiah kepada walikelas masing-masing.
Hal ini justru menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan para guru. Hal yang tak bisa dipungkiri oleh pihak sekolah karena adanya kebiasaan pemberian hadiah di tiap kenaikan kelas.
Kepala Sekolah yang mewakili pihak sekolah dan guru, bahkan meminta dan menyarankan orangtua melalui komite, untuk tidak meneruskan pemberian tersebut kepada wali kelas. Karena pendidikan dan pembimbingan siswa bukanlah semata-mata peran wali kelas saja, tetapi juga para guru lainnya yang tidak menjabat atau tidak mendapat amanah sebagai wali kelas.
Bahkan ada celetukan atau sindiran yang kurang nyaman terdengar, kalau guru A bisa bawa pulang hadiah satu mobil tiap kenaikan kelas, saking banyaknya paket hadiah yang bisa di bawa pulang. Meski kenyataannya gak segitunya, ya. Tapi namanya sindirian dari rasa cemburu, bisa saja terjadi diantara para guru.
Lagi-lagi, kembali kepada niat, bahwa pemberian hadiah tersebut adalah bentuk apresiasi rasa terima kasih tulus antarkedua pihak.
Sebaiknya pemberian tersebut diserahkan merata kepada seluruh guru, tak terkecuali peran satpam dan office boy yang turut memberikan kenyamanan dan keamaan para peserta didik di sekolah.
***
Kakak saya yang berprofesi sebagai seorang guru di sekolah formal, menceritakan bahwa dirinya juga tak luput dari pemberian hadiah ini.
Baca juga:Â Bukan Cita-cita Saat Masa Kanak, Profesi Guru Menjadi Pilihan Kakakku
"Kalau dulu saat jadi wali kelas, seringnya dikasih kue bolu ulang tahun sama anak-anak. Ada juga yang orang tuanya mampu, pas pembagian raport dikasih kenang-kenangan berupa barang tertentu. Seringnya sih batik atau mukena. Â Sekarang yang sering ngasih dari kelas 9, wali kelasnya dapat kenang-kenangan karena lulus sekolah," ungkap beliau.
Sebagai guru les privat dan mengajar mengaji, apakah saya juga tak luput dari pemberian hadiah?
Pernah saya mendapatkan hadiah-hadiah kecil namun terasa istimewa. Seperti sekotak kue yang kita santap bersama di mushola, hidangan ala kadarnya saat saya milad lengkap dengan minuman segar.
Beberapa tahun lalu, ada juga yang memberi hadiah dua kardus besar berisi paket sembako jelang ramadhan dan paket kue kering.
Saya pun pernah memberikan bingkisan kepada murid mengaji sebagai bentuk apresiasi kepadanya atas usaha, niat dan ketekunannya rajin datang tepat waktu, Â belajar dengan sungguh-sungguh. Hadiah sebagai wujud apreasiasi atas kemampuan dan ketrampilannya belajar tahsin melampui kawan-kawan lain di atas usianya.
Kadang juga saya juga memberikan hadiah kecil sebagai pemicu motivasi anak agar lebih giat berlatih dan murajaah.
Baru-baru ini, bulan lalu tepatnya, satu murid saya - seorang bunda 2 anak - berhasil lulus ujian dan berhasil menyandang syahadah dari metode tahsin yang kami pelajari bersama.
Tak disangka, beliau memberikan hadiah kepada saya sebagai apreasi rasa terima kasih dan syukur atas kelulusannya, saat saya mengadakan syukuran sederhana untuknya bersama para bunda yang belajar tahsin.
Saya tak pernah meminta, namun tak kuasa menolak agar tidak mengecilkan rasa tulusnya. Kami berpelukan, saya sampaikan rasa haru dan bangga padanya atas keistiqomahan beliau belajar tahsin di sela-sela kesibukan dan rutinitas sebagai ASN.
Saling memberi hadiah, bagi saya pribadi tak ada salahnya dari siswa atau orangtua kepada guru, dan pula sebaliknya. Namun jangan jadikan suatu kebiasaan dan beban bagi si pemberi.Â
Bagi saya yang saat ini masih menjalankan kegiatan belajar mengajar secara privat, doa tulus dan semangat menghadiri pertemuan pembelajaran adalah hadiah harian yang luar biasa membahagiakan.Â
Tak berupa benda, tapi keikhlasan meluangkan waktu dan fokus pada materi pembelajaran adalah pengorbanan kedua belah pihak guna menuntut ilmu yang merupakan hadiah istimewa dalam proses kehidupan.
Pun keikhlasan orangtua mengantar anak ke tempat sekolah atau les atau tempat mengaji, rentang jarak tempuh, biaya yang telah dikeluarkan, niscaya Allah SWT memberikan balasan terbaik dengan pahala terindah. Aamiin.
Salam sehat dan selalu bahagia!
***
Artikel 79 - 2022
#Tulisanke-379
#ArtikelSosbud
#Hadiahuntukguru
#NulisdiKompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H