Mata saya berusaha fokus melihat barisan ayat-ayat suci, telinga mendengarkan suara Bu Guru yang lembut, tenang dan sangat fasih membacakannya. Itulah yang membuat saya merindukan kehadirannya mengajar di rumah kami.
***
Seiring berjalan usia memasuki sekolah dasar, Ibu meminta saya belajar agama Islam lebih intens melalui pembelajaran di Madrasah Diniyah, yang diselenggarakan siang hingga sore hari di tiap hari Senin, Selasa dan Rabu.
Seorang sahabat Ibu yang memberikan informasi tersebut, karena anaknya juga mengikuti pembelajaran disana, lalu Ibu tertarik mendaftarkan saya. Ternyata, anaknya tersebut adalah kawan baru saya di sekolah.
Sedikit terpaksa karena mengurangi jam tidur dan bermain, saya mengikuti kelas pertama. Namun, tak saya duga, ternyata belajar di Madrasah kala itu sangat menyenangkan. Saya mengenal bahasa dan huruf-huruf unik. Karena tak sekedar membaca, tapi juga menuliskannya.
Mulut saya tak henti-hentinya bergumam 'oooalaah, ini tho namanya huruf ba, tsa, jim' dan seterusnya. Ya, selama ini tahu dan kenal hurufnya, tetapi belum tahu cara menulisnya, begitu juga aturan: mana yang huruf yang bisa ditulis bersambung dan mana yang tidak.
Saat itu kami belum mengenal hijab secara sempurna. Sayanpun mengebakan kerudung segitiga ala Marsya. Menutupi rambut dan mengikat kerudung di belakang leher. Rambut panjang saya pun masih terurai di balik kerudung. Tak masalah, kata Pak Guru. Luruskan niat karena Allah untuk belajar. Baju yang dikenakan masih sederhana, asal sopan dan menutup aurat.
Hari-hari selanjutnya, saya menantikan hari-hari pertama di setiap pekannya untuk selalu hadir mengikuti Madrasah. Selain belajar bahasa Arab dan baca tulis huruf Alquran, juga mengenal sejarah Islam, kepahlawanan, Sirah Nabawiyah dan lain-lain.
Pelajaran yang unik dan menarik buat saya kala itu adalah khat, menulis halus huruf hijaiyah. Caranya justru menumpulkan ujung pensil, agar mendapatkan hasil tulisan yang lebih tebal seperti kaligrafi. Ustadz pembimbing sangat telaten mengajari kami menggunakan pensil dan cara menuliskannya.
Ada juga pelajaran Imla (dikte), yaitu menyimak bacaan dari guru, lalu kami menuliskan sesuai apa yang diucapkannya. Menulisnya harus benar sesuai mad thabi'i (harakat panjang pendeknya bacaan). Jika tulisan kami benar dan senpurna, Pak Guru tak segan-segan memberikan hadiah. Senangnya bukan main!