Keluarga kecil kami mendapat karunia seorang anak perempuan yang kini menginjak masa remaja. Sedari usia dini, saya dan suami memperkenalkan pendidikan seksual kepada Nakdis.
Berbagai kegiatan parenting kami ikuti untuk menambah wawasan tentang edukasi tersebut, baik dari sekolah, kajian dan taklim bertema parenting maupun dengan keluarga besar kami sendiri ketika berbagi pengalaman.
Peran keluarga amatlah penting dalam pendidikan seksual ini, agar menjadi rujukan pertama bagi anak untuk mengenal dirinya, jenis kelaminnya, mengetahui sedari awal perbedaan dirinya dengan jenis kelamin lain, tentang hal apa saja yang boleh dan tak boleh dilakukan.
Juga memperkenalkan tentang perilaku dan norma yang berlaku agar anak mengetahui pula tentang adab, kesopanan, tata krama yang berkaitan dengan hal yang tabu dilakukan bagi anak perempuan dan laki-laki.
Hal ini memang sebaiknya disampaikan sejak usia dini agar anak tidak mengalami kebingungan dan perlahan sesuai perkembangan usianya akan mulai memahami pengajaran yang kita sampaikan.
***
Pengalaman saya pribadi, saat memperkenalkan tentang pendidikan seksual kepada anak, adalah saat usia prasekolah. Awalnya saya mengantarkan kisah penciptaan Nabi Adam dan Hawa, manusia pertama yang Allah SWT ciptakan. Berbeda jenis kelamin dan karakter, dengan penyampaian sebisa dan semampu saya menjelaskan untuk pemahaman seorang anak.
Pemberian nama pada anak, yang berkesan maskulin dan feminin, hal itu juga memberikan pendidikan seksual sejak dini bagi anak, mengenalkan gender bahwa manusia dan makhluk hidup lainnya terdapat dua gender berbeda.
Berawal dari kisah yang memang ada dalam kitab suci, didukung oleh kegiatan di Kelompok Bermainnya yang mengenalkan adab pergaulan anak laki-laki dan perempuan, maka saya pun menerapkannya di rumah.
Seperti cara berpakaian, berdandan, duduk, makan dan lain sebagainya. Serta menjelaskan mengapa pakaian wanita itu tertutup, ada yang berhijab atau tidak, mengapa harus bercelana panjang, mengenakan rok, dan bagi laki-laki hanya bercelana pendek atau panjang saja. Pengetahuan ini pun perlu disampaikan sebagai bagian dari pendidikan seks.
Orientasi seksual ini pun saya jelaskan dengan takaran kemampuan berpikirnya yang masih anak-anak. Jika ada pertanyaan yang muncul, biasanya saya memberikan contoh yang terjadi di lingkungan pergaulannya.
Begitu dengan kondisi tubuh, saya sebagai seorang ibu juga memperkenalkan organ kewanitaan seperti payudara, pita suara yang lembut, kenapa gak punya jakun, vagina, rahim dan lain sebagainya.
Hal ini sebagai pengetahuan dan ilmu agar anak menerima keberadaan dirinya, rasa syukur dilahirkan menjadi seorang wanita (karena anak saya permepuan sehingga lebih cenderung menjelaskan tentang seputar kewanitaan). Tak segan saya bukakan buku-buku pendidikan yang berkaitan tentang keperempuanan.
Alhamdulillah, saat ia mendapatkan haid pun, tidak terlalu kaget, karena telah mengerti sebelumnya meski belum oaham sepenuhnya, juga dari berbagi pengalaman dari cerita kawan-kawannya yang sudah terlebih dahulu mendapatkan pengalaman pertama tentang haid.
***
Dalam agama Islam yang kami anut, Rasulullaah SAW juga mengajarkan kepada kita bagaimana mendidik anak perempuan dan laki-laki dalam keluarga kita.
Contohnya tentang adab berbagi kamar tidur, haruslah dipisah kamarnya antara anak laki-laki dan perempuan, agar menjaga rasa malu dan kesopanan meski itu keluarga sendiri, saudara kandung. Karena aurat mereka juga berbeda.
Berbagi tempat tidur atau memisahkan ruang tidur, juga karena mengamankan anak dari kegiatan seksual yang dilakukan oleh orangtuanya, sehingga perlu adanya pemisahan ini, agar anak tidak selalu sekamar dengan orangtuanya.
Begitu juga adab anak terhadap orangtua, saat memasuki kamar pun, harus meminta izin pada waktu-waktu tertentu. Yaitu masuk kamar sebelum subuh, sesudah zuhur (saat tidur siang) dan sesudah isya (jam tidur malam). Hal tersebut juga merupakan bagian dari pendidikan seksual.
Saat anak masih balita pun, kami menyampaikan tentang kehati-hatian terhadap perlakuan orang lain terhadap dirinya meski itu dilakukan oleh orang terdekat seperti keluarga atau ART.
Misalkan menyentuh tubuhnya, harus tahu dalam keperluan apa. Jika untuk keperluan pengobatan atau medis, hal tersebut wajar kami sampaikan dalam rangka pemeriksaan kesehatan. Meski anak sudah tahu ada bagian risih yang dia tak mau disentuh, maka kami sebagai orangtua harus mendampingi.
Tak kalah penting, mengajarkan cara bersuci, karena ada perbedaan pada anak laki-laki dan perempuan. Bersuci (thaharah) pada wanita sesudah haid, berwudhu, dan melaksanakan ibadah lainnya, juga memiliki tata cara tersendiri.
***
Dalam Islam, pendidikan seks adalah bagian dari pendidikan akhlak, dan perilaku seksual yang sehat adalah buah dari kemuliaan akhlak. Maka, pendidikan seks yang diajarkan punkepada anak, kami lakukan berdasarkan ajaran Islam sebagaimana yang kami anut.
Pendidikan seksual ini merupakan bagian dari aqidah, akhlak dan ibadah. Agama menuntun bagaimana cara kita mengajarkan kepada anak dan anggota keluarga, menyangkut juga perilaku dan adabnya, serta bertujuan ibadah. Karena dalam melaksankan kegiatan harian ibadah pun terdapat perbedaan tatacara pelaksanaannya.
Diharapkan peran keluarga sangat aktif mengenalkan pendidikan seks ini sejak dini kepada anak, bukan melulu pada hubungan interaksinya saja, namun juga meluas pada kehidupan pergaulan dan normanya.
Demikian, semoga tulisan ini bermanfaat.
Salam semangat untuk pembaca sekalian, semoga keluarga kita terhindar dari tindakan kekerasan dan terjaga kesusilaannya, aamiin.
***
#Tulisanke-291
#ArtikelTopikPilihan
#PendidikanSeksualAnak
#ArtikelHumanioraSiskaArtati
#NulisdiKompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H