Setiap pagi burung-burung kesayangannya dimandiin, disuapin, disawang alias dipandang berlama-lama dengan mata berbinar dan senyum mengembang.Â
Diajaknya sekelompok burung bernyanyi dengan siulannya. Bahkan beliau menyediakan musik khusus kicauan khas burung-burung tertentu yang diputar setiap pagi dan sore untuk memancing mereka saling bersahutan.
"Bunda mah gak usah disawang tetepo ayu, rah diadusi iso adus dewe, rah sah disuapin yo iso maem dewe. Ra sah disetelke musik, lha ben dino yo nyanyi terus!" Begitulah ledekan suami sambil tertawa renyah*)
Wheeee laaa dalaaah! Omelan ala emak seperti saya dianggap nyanyian, piye jal! **)
Begitulah, hobi memelihara burung, mengantarkan beliau untuk serius beternak dan berjualan dengan kawan-kawan komunitasnya.Â
Saya akui, beliau telaten dalam pemeliharaan dan perawatannya. Mulai dari bebersih kandang, memandikan burung tertentu, menyiapkan sarang bagi pasangan burung, menyuapi bayi burung, dan menyiapkan pakan seperti jangkrik dan biji-bijian.
Bahkan beliau belajar secara otodidak dan mengamati dari pengalaman sendiri bagaimana mengupayakan kawin silang antara burung-burung Lovebird yang beraneka warna, supaya bisa menghasilkan burung dengan warna sayap yang unik. Meski albino sekalipun, Lovebird tetaplah cantik!
Saya pun mendukung kegemaran beliau ini. Sedikit atau banyak hasil penjualan dari ternak burung, tak masalah bagi suami.Â
Sehubungan harga burung di pasaran juga naik turun, tergantung dari permintaan dan penawaran jenis burung yang sedang digemari.Â