Ya, dengan adanya kesempatan beristirahat selama satu atau dua hari ketika mengalami nyeri haid, saya bisa kembali memulihkan tenaga stamina untuk bisa kembali aktif bekerja di hari-hari selanjutnya. Saya tipe orang yang energik dan terkadang tidak kenal waktu dalam beraktivitas. Toh kalau saya capek dan butuh penyegaran, perusahaan memberikan hari libur di akhir pekan.
Soal cuti tahunan, cuti melahirkan, cuti perayaan keagamaan dan lain-lainnya, itu sudah pasti merupakan hak karyawan. Hal tersebut tidak saya risaukan.Â
Bersyukur, karyawan wanita lainnya akhirnya mengetahui adanya hak cuti haid ini karena kejadian yang saya alami. Namun, mereka tidak menggunakan sepenuhnya. Kadang hanya mengambil satu hari saja atau bahkan tidak sama sekali dan tetap aktif bekerja karena tidak mengalami gangguan dismenore seperti saya.
Etika Mengajukan Cuti Haid
Apabila kita mengalami siklus haid yang teratur setiap bulannya dan hendak mengambil hak cuti tersebut, usahakan dibicarakan dengan baik atau secara personal kepada pimpinan di atas Anda. Minimal pimpinan mengetahui kapan saat Anda tidak bisa hadir bekerja dan sementara waktu pekerjaan bisa ditangani oleh yang lain.
Bilamana siklus haid tidak teratur dan tetiba datang bak tamu tak diundang, segeralah memberitahukan kepada pimpinan jika Anda tak bisa hadir hari itu.Â
Saat masih aktif bekerja, saya membuka diri untuk bisa dihubungi melalui telepon layaknya di jam kerja, jika ada yang membutuhkan informasi dan bantuan saya selaku sekretaris.Â
Saya beryukur, teman sesama karyawan saling mendukung dan membantu kinerja yang lain apabila ada yang sedang mengalami sakit.
Sebaiknya segera menyelesaikan tertib administrasi pada bagian personalia atau HRD dalam mencatat izin atau cuti haid sebagai pelengkap laporan kinerja kita sebagai karyawan.
Semoga berbagi pengalaman ini bermanfaat untuk pembaca Kompasiana yang energik dan bersemangat melakukan aktivitas!
Jaga kesehatan selalu.
***