Kami memainkannya di halaman depan rumah teman yang langsung berhadapan dengan jalan perumahan pabrik. Teman saya ini dua lelaki kakak beradik. Kami bertetangga. Sengaja kami bersembunyi diantara pohon-pohon taman atau pot-pot besar supaya tidak telihat. Ibarat main perang-perangan, lampu teras pun kami matikan. Jangan sampai musuh tahu keberadaan kami. Setiap ada orang lewat, persis ketika mendekati depan rumah kami, maka siap-siap kami sulut obor kecil dan mendekatkan ke lubang meriam.
Duuum!!Â
Bunyinya lumayan membahana, sudah pasti memekakkan telinga dan mengagetkan orang. Kami terbahak di balik persembunyian ketika orang yang lalu lalang terkaget dan mengeluarkan suara latah atau teriakan dzikir. Tapi itu saya lakukan hanya dalam beberapa hari saja. Sejak kena tegur oleh para tetangga dan pengguna jalan, pun omelan dari orangtua, saya tidak ikutan lagi bermain meriam bumbung bersama mereka.
Senang karena permainannya yang seru. Sedih karena telah membuat orang kaget. Gimana kalau jantungan dan tiba-tiba terjadi sesuatu yang parah dari keusilan kami? Yah, namanya juga anak-anak. Kalau gak diberi tahu tentang bahaya dan resikonya, mana paham soal begitu. Jadi, ya sudahlah, kami pun meminta maaf melalui orangtua kami. Permainan kami alihkan dengan kembang api, baik yang batangan, roket dan mercon sur*) yang lebih aman.
Masa kecil saat ramadan,, masa-masa yang terus membekas dan terus dikisahkan hingga ke anak cucu.Â
Setiap ramadan, punya kisahnya masing-masing.
Bagaimana dengan nostalgia Anda?
***
*)Mercon yang bentuknya bulat panjang, berisi bubuk kembang api. Ketika disulut, menyembur seperti air mancur, dan akan menimbulkan bunyi ledakan kecil ketika bubuk habis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H