Esok pagi usah sholat subuh, baru kemudian kami kembali ke kantor bapak untuk mengambil peralatan makan sahur. Beliau akan pulang beristirahat pada jam delapan pagi, berbuka puasa sore bersama kami, lalu bersiap berangkat bertugas kembali. Demikianlah jika masa giling tebu berjalan saat bulan Ramadan.
Perihal kegiatan bulan ramadan dari pagi hingga sore hari, kenangan yang terlintas adalah saat saya mengikuti praktek kegiatan shalat bersama seluruh teman sekelas. Mulai dari cara berwudhu yang benar, belajar bacaan-bacaan shalat  dari Takbiratul Ihram, doa Iftitah sampai dengan tahiyatul akhir dan salam. Pula gerakan shalat yang benar beserta pemahamannya. Kadang guru juga memberikan pelajaran berupa doa-doa harian seperti doa sebelum dan sesudah makan, doa masuk atau keluar kamar mandi, doa bepergian, doa sebelum tidur dan bangun, dan lain-lain.
Sehubungan bersekolah di sekolah dasar negeri, ibu mendaftarkan saya ke sekolah madrasah agar saya lebih paham pelajaran dan kegiatan agama Islam. Kegiatan belajar-mengajar dilakukan di sekolah negeri yang sama. Pihak yayasan belum memiliki gedung sendiri saat itu, sehingga masih meminjam beberapa ruangan di sekolah kami. Disanalah saya belajar tentang huruf hijaiyah, menulis bahasa arab, imla (dikte), khat (menulis halus dasar seni kaligrafi), mengaji dan sejarah Islam.
Selama ramadan, ustadz khusus mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan bulan mulia ini, mengenalkan tentang puasa dengan syarat dan rukunnya, apa itu shalat tarawih, sejarah laitul qadar, nuzulul quran (turunnya Alquran) dan kisah-kisah kepahlawanan dari Para Nabi dan sahabat. Begitu pun dengan berbagai lomba digelar untuk mengisi kegiatan agar kami tak bosan menunggu waktu berbuka.Â
Alhamdulillaah, saya sempat menjuarai lomba baca puisi dan mendapat hadiah berupa buku cerita bergambar tentang Khalid bin Walid - Sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal karena taktik militernya dan kecakapan dalam bidang militer.
***
Kenangan lainnya juga saat berbuka dan tarawih. Ya, berbuka dengan pernak-pernik kudapan dan hidangan buatan Ibu, sungguh kenangan yang akan terus berada di memori saya.
Hampir menu berbuka taklepas dari tangan ibu yang sangat handal dalam membuat cemilan dan makanan berat. Beneran kangen masakan beliau! Kakak perempuan tertua-lah yang mewarisi ketrampilan ibu dalam hal ini, karena sejak remaja beliau sering membantu dan diandalkan oleh beliau dalam urusan dapur. Ketrampilan saya sih, mengenal rasa masakan: enak dan enak banget!
Tarawih berjamaah untuk yang perempuan berbeda tempat dengan yang laki-laki. Bagi para bapak dan anak laki-laki, mereka tarawih di mushola pabrik gula. Sedangkan bagi para ibu dan anak perempuan, kami melakukannya di salah satu ruangan serba guna di lingkungan gedung rumah Administratur Pabrik Gula. Tempat terpisah ini karena ruangan mushola yang tidak cukup menampung jumlah jamaah. Setelah saya menginjak remaja, barulah mushola direnovasi dan diperluas sehingga bisa menampung jamaah wanita di bagian luar bertutup kanopi dan dikelilingi pagar tembok seringgi perut orang dewasa.Â
Pulang dari tarawih, kami dengan sukacita membawa pulang makanan ringan atau kue-kue yang disediakan pihak panitia tarawih. Terkadang  kue-kue itu juga bikinan ibu, karena yang mendapat jadwal menyediakan kudapan buka puasa tersebut memesannya dari Ibu. Hahaha, saya dapat dobel, dong!
Nah, Makin seru, justru usai tarawih.Â
Bukannya mengaji untuk khataman, kami malah bermain. Aduhai, kalau ingat yang satu ini, antara lucu, senang, tapi juga sedih. Yaitu bermain meriam bumbung!
Kami menamakan demikian, karena dibuat dari bambu besar yang dirakit sedemian rupa hingga mirip meriam. Ada terdapat lubang sebagai tempat menyulut meriam dan minyak tanah sebagai bahan bakarnya. Ketika obor kecil di sulut pada ujung batang bambu yang telah dibelit kain, kita dekatkan pada lubang tersebut, maka akan mengeluarkan bunyi dentuman di ujung bambu besar, duuum!!!