Pembaca yang dimuliakan Allah,
Hari ini saya ingin berbagi kisah inspiratif berkenaan dengan hikmah yang terbetik dari hal kecil yang seyogianya jangan kita remehkan.
Allah memuliakan kita, bisa jadi berangkat dari hal yang kita anggap kecil, remeh temeh, sepele. Padahal sesungguhnya, hal tersebutlah yang mengantarkan kita kepada kemenangan, kesuksesan, kejayaan.
Kita ambil inspirasi dari kisah Nabi Musa a.s. Ternyata, tanpa kita duga, bahkan oleh beliau sendiri, bahwa kemenangan dakwah beliau atas musuh-musuh-Nya, Allah memberikan kemuliaan padanya, justru melalui tongkat sederhana, yang digunakannya untuk aktivitas sehari-hari, termasuk untuk menggembalakan kambing.
Allah tidak melengkapi atau mempersenjatai Nabi Musa dalam menghadapi para penyihir dan Fir'aun yang lalim beserta bala tentaranya dengan senjata yang hebat dan kuat. Kecuali, hanya tongkat sederhana yang dimata manusia adalah benda yang remeh, tak memiliki kekuatan apapun.
Berbeda halnya di zaman sekarang, yang mana tongkat yang dimiliki seseorang boleh jadi berhiaskan ukiran atau lempengan tembaga, perak atau emas sekalipun, yang memberikan citra atas kelebihan dari kayu peyangga berjalan ini. Sedangkan yang dimiliki Nabi Musa adalah tongkat dari kayu biasa yang digunakan para penggembala di masa beliau hidup. Namun justru dari hal sederhana itulah, Allah hantarkan kemenangan untuk beliau dalam menghadapi halangan dan rintangan dari para penentang risalah-Nya.
Tongkat inilah, dengan izin Allah, tanpa diduga-duga oleh mereka, dapat menakuti, mampu mengintimidasi para penyihir, Fir'aun dan para pengikutnya. Nabi Musa a.s. mampu membebaskan kaumnya, Bani Israil, dari perbudakan, dengan mukjizat yang Allah berikan melalui tongkat tua ini.Â
Tanpa disadari, Allah mempersiapkan hal yang remeh, bukan berupa senjata yang besar dan dahsyat. Namun dengan kuasa-Nya, tongkat tersebut menjadi sangat istimewa bagi Nabi Musa.
Beliau lemparkan tongkat yang berada ditangan kanannya, lalu berubah menjadi ular besar - atas izin Allah - yang melahap habis ular-ular kecil hasil sihir para penyihir. Mereka menyadari bahwa apa yang dilakukan oleh Nabi Musa bukanlah sihir seperti mereka. Allahu Akbar!
Allah berfirman:
"Dan lemparkanlah apa yang ada ditangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. 'Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang'. Lalu tukang-tukang sihir itu tersungkur dengan bersujud, seraya berkata: 'Kami telah percaya kepada Tuhan Harun dan Musa'." (QS.Thaahaa: 69-70)
Nabi Musa ingin memerdekakan perbudakan yang dilakukan oleh Fira'un. Beliau mengajak orang-orang yang beriman kepada Allah dan kerasulannya untuk pergi meninggalkan Mesir.Â
Ajakannya disambut oleh mereka yang sudah tidak tahan dengan kezaliman sang Raja dan pengikutnya. Maka ketika pelarian mereka sampai di tepi Laut Merah, takada jalan lagi selain menyeberanginya.Â
Maka atas izin Allah, dengan menggunakan tongkatnya, Nabi Musa memukulkannya ke air laut. Terbelahlah air laut, membentangkan jalan bagi Nabi Musa dan kaum yang beriman untuk segera menyeberanginya.Â
Air laut membentuk bagai dinding yang kokoh. Setelah hampir sampai di daratan tujuan, Firaun dan pengikut yang mengejarnya berada di tengah jalan lautan yang membelah itu.Â
Saat itu juga, Nabi Musa memukulkan tongkatnya ke laut, maka menyatu kembali air laut tersebut, menenggelamkan raja yang takabur berserta bala tentaranya.
Allah berfirman:
"Dan sungguh, telah Kami wahyukan kepada Musa, 'Pergilah bersama hamba-hamba-Ku (Bani Israil) pada malam hari, dan pukul-lah (buatlah) untuk mereka jalan yang kering di laut itu, (engkau) tidak perlu takut akan tersusul dan tidak perlu khawatir (akan tenggelam).' Maka Fir'aun dengan bala tentaranya mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka."Â (QS. Thaahaa: 77-78)
Demikianlah, hikmah dari peristiwa tersebut, yaitu jangan meremehkan hal kecil, tetapi justru itulah yang bisa mengubah kehidupan kita, bisa mengubah bentang peradaban manusia.Â
***
Maka Rasulullah pun memulai dakwahnya dengan membangun masjid yang juga sederhana.
Saat beliau berhijrah dari Makkah ke Madinah, pun tidak mendirikan monumen atau patung besar layaknya raja-raja atau penguasa negeri atau pemimpin suatu kaum, sebagai penanda mengabadikan dirinya sendiri di saat itu.Â
Tetapi Rasul SAW Â membangun masjid yang sangat sederhana dan berangkat dari bangunan bersahaja itulah beliau sanggup mengubah peradaban dunia dari kezaliman, yang dipenuhi kemusyrikan, kemunafikan, kedustaan, kenistaan, menjadi tatanan kehidupan yang dipenuhi dengan cahaya tauhid, melalui bimbingan dan nilai-nilai kemuliaan dari Allah SWT.
Rasul mendidik dan membina para sahabat serta para pengikutnya, dimulai dari ruang sederhana di masjid tersebut. Bukan seperi tampilan masjid megah yang sekarang sering dikunjungi para peziarah maupun jamaah umrah/haji.Â
Dahulunya masjid tersebut hanya berupa bangunan luas berbentuk persegi panjang tanpa atap. Bagian mimbar dan shaf terdepan hanya ditutup daun pohon kurma saja.Â
Temboknya pun hanya batu bata tanpa dihaluskan di bagian luarnya. Ada pintu besar di bagian depannya dan dua pintu di kanan dan kiri.Â
Jika turun hujan, airnya membasahi lantai masjid yang berupa tanah liat. Hanya seperempat bagian masjid saja yang ditutup dengan pelepah daun kurma. Maket masjid zaman nabi dapat dilihat di Museum Masjid Nabawi di Madinah.
Berangkat dari masjid yang sederhana nan bersahaja, Rasulullah menempa jiwa-jiwa yang beriman kepada Allah, menjadikan orang-orang yang hebat, yang tercatat dalam sejarah sebagai tokoh-tokoh besar.
***
Inspirasi lainnya kita dapatkan dari hukum kausalitas yang berlaku pada manusia. Hukum sebab akibat yang hanya terjadi pada makhluk Allah. Hukum ini tidak berlaku pada Sang Pecipta. Contoh: apabila kita berada di terik matahari, kita merasakan panas yang menyengat. Jika kita berada di kutub utara, maka akan menggigil akibat cuaca yang dingin, suhu yang amat rendah.
Tetapi, bagi Allah tidak ada yang mustahil. Sebagaimana Allah terapkan api yang panas menjadi penyejuk bagi Nabi Ibrahim a.s. saat ia dibakar oleh Raja Namrud dalam kuali besar karena dianggap menentang ketuhanannya.Â
Juga sama halnya pula kisah Nabi Musa semasa kecil. Ia dilarung ke Sungai Nil oleh Ibunya agar selamat dari pembunuhan tentara Fir'aun.Â
Seorang anak kecil apalagi masih bayi, sungai itu bisa menenggelamkan atau menghanyutkan mereka, apalagi yang tidak bisa berenang. Allah jagakan Nabi Musa hingga selamat ke tangan Asiyah, istri Firaun yang mengambil dan memeliharanya seperti anak sendiri.
Ini artinya bahwa hukum kausalitas bisa berubah dan berlaku di dunia manusia. Hukum ini tidak berlaku bagi Allah. Jika Allah berkehendak bahwa sungai tersebut menyelamatkan bayi Musa, maka selamatlah ia. Jika Allah berkehendak bahwa api tidak membakar dan menghanguskan Nabi Ibrahim, maka selamatlah beliau. Justru api terasa sejuk bagi Nabi kala melalui pembakaran tersebut. Itulah dahsyatnya hukum Allah SWT.
Menurut ketetapan Allah, laut bisa diseberangi dengan kapal-kapal atau jembatan penyeberangan. Tetapi ketika sarana tersebut tidak didapatkan atau tidak dapat dipenuhi, bahkan harus diseberangi oleh Nabi Musa dan kaumnya dari Mesir menuju ke daratan Syam, maka dengan kuasa-Nya, Allah membelah lautan itu dan menyediakan jalan besar agar bisa dilalui oleh ribuan pengikut nabi hingga mereka selamat d tempat tujuan.
Itulah hukum kausalitas di mata Allah yang diberlakukan bagi manusia. Maka jangan kita meremehkan kebesaran Allah. Jangan mengangap kecil apa yang menurut kita sangat sepele.
Sebagaimana juga kita tidak tahu doa dari siapa, dari arah mana yang menyebabkan kita sukses. Pun kita tidak tahu doa dari siapa dan dari arah mana yang menyebabkan kita celaka. Jangan sekali-kali kita mendzalimi orang lain. Karena doa orang yang tertindas itu akan tembus ke langit, diijabah oleh Allah SWT. Bisa saja orang yang tersakiti tersebut lepas kontrol dan melakukan pembalasan dengan meminta kepada Allah agar Sang Khalik menimpakan musibah atau bencana. Naudzubillah. Maka kita musti berhati-hati dengan doa orang yang demikian.
Kita juga tidak tahu, dengan amalan apa kita bisa selamat di dunia ini. Kita taktahu dengan amalan apa kita bisa masuk ke surganya Allah. Maka setiap amal, baik yang kecil maupun yang besar, haruslah  kita lakukan dengan penuh keikhlasan, khusyuk, semata-mata karena mengharap ridho-Nya. Karena amal yang ikhlas dan murni itu diwujudkan dalam perilaku kita, itulah amal yang in syaa Allah diterima oleh Allah SWT.
Semoga ini menjadi pengingat bagi kita dan juga diri saya pribadi yang masih faqir ilmu, agar senantiasa meneladan dari kisah-kisah inspiratif ini. Berharap kebermanfaatannya agar kita tidak mengecilkan hal yang remeh temeh, karena bisa jadi ia mendatangkan hal besar, berguna dan luar biasa bagi kehidupan kita dengan izin Allah.
***
Sumber: Rangkuman catatan Inpirasi Quran bersama Ustadz Fahmi Salim, MA melalui pembelajaran online.
Rujukan: Terjemahan Alquran.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI