Pembaca yang budiman,
Jujur (Shiddiq) adalah berbicara atau berbuat sesuai dengan kenyataan yang ada. Lawan dari jujur adalah bohong. Jujur merupakan sifat terpuji. Dalam Islam, kita dianjurkam untuk berkata jujur dan benar. Bahkan dianggap dosa besar jika seseorang berkata dusta.
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Waki' berkata, telah mengabarkan kepada kami Al A'masy. (dalam jalur lain disebutkan), telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Dawud berkata, telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Abu Wail dari Abdullah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Jauhilah kebohongan, sebab kebohongan menggiring kepada keburukkan, dan keburukkan akan menggiring kepada neraka. Dan sungguh, jika seseorang berbohong dan terbiasa dalam kebohongan hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai seorang pembohong. Dan hendaklah kalian jujur, sebab jujur menggiring kepada kebaikan, dan kebaikan akan menggiring kepada surga. Dan sungguh, jika seseorang berlaku jujur dan terbiasa dalam kejujuran hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai orang yang jujur.'" (Hadits Sunan Abu Dawud No. 4337 - Kitab Adab)
Hadist ini kesannya pendek dan singkat saja. Namun, jika kita jabarkan, maka ia meliputi seluruh aspek kehidupan. Seperti kisah berikut ini.
***
Pada suatu masa, pernah hidup seorang pemuda yang mencintai ilmu, sehingga ia mengutarakan niatnya kepada orangtunya untuk menuntut ilmu di wilayah lain. Keinginan untuk merantau dalam rangka memperdalam ilmu, dikabulkan oleh orangtuanya. Mereka membekali si Pemuda dengan biaya yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya di tempat rantau. Maka berangkatlah pemuda tersebut bersama sebuah rombongan.
Sebelum berangkat, Ibunya berpesan kepada si Pemuda,"Nak, dimanapun kamu berada dan dalam keadaan apapun, bersikaplah jujur. Jangan pernah sekalipun berbohong."
Singkat cerita, dalam perjalanan bersama rombongan, terjadilah perampokan yang menimpa mereka. Semua barang bawaan dirampas. Nampak oleh salah satu perampok, wajah pemuda yang berkesan baik. "Mau kemana kau, wahai pemuda?"
"Aku hendak menuntut ilmu," santun dia menjawab.
"Apa yang kau bawa?"
"Saya membawa buku, pakaian dan sedikit uang."
Biasanya, orang yang mau dirampok, menyembunyikan harta benda yang dibawa atau dimilikinya. Namun si Pemuda ingat pesan ibunya agar selalu berbuat jujur dimanapun dan kondisi apapun, sekalipun berhadapan dengan perampok.
Setelah digeledah, ternyata benar apa yang dikatakannya. Sang Pemuda digiring menghadap kepada Ketua Perampok, ia makin diinterogasi. Pemuda tersebut menjawab dengan jujur dengan bekal yang dibawanya.
Kejujuran ini justru membuat Ketua Perampok berpikir, "Anak muda ini berani berkata jujur dan tidak takut apa-apa. Aku yang sudah puluhan tahun merampok, usia makin senja, apalagi berbohong sudah menjadi makanan hidupku, tetap takpunya rasa takut kepada Allah."
Lama merenung dan berpikir, timbul rasa penyesalan pada si Perampok, terdorong keinginan untuk bertobat kepada Allah. Akhirnya, berkat kejujuran si Anak Muda, mengantarkan Ketua Perampok dan anak buahnya bertobat kepada Allah SWT, karena mereka telah sekian lama hidup dalam kebohongan, kekerasan, memdazlimi dan menyakiti orang lain.
Demikianlah, apa yang telah disabdakan oleh Nabi SAW dari hadist di atas, bahwa kejujuran membawa dampak kebajikan yang banyak, menyebar kebaikan kepada orang lain, bukan hanya untuk dirinya sendiri. Dan kebaikan itu mengantar kepada surga. Bukankah kita hidup di dunia, menjauhi hal buruk, tujuannya untuk mendapatkan kebaikan dunia akhirat?
Kalau kita sudah mengharapkan mendapat surga, ingin tinggal selama-lamanya disana, dengan melakukan perbuatan baik di dunia, Allah pasti memberikan pula kehidupan yang baik di dunia. Mari kita perhatikan orang-orang di sekeliling kita yang hidupnya lurus, berlaku jujut, menghindari perbuatan tercela, mereka akan merasakan kenikmatan hidup di dunia, karena jaminan Allah untuknya, yaitu kenikmatan hidups dunia dan akhirat.
***
Orang yang sering melakukan dusta, tergolong kaum munafik, seperti sabda Rasulullah SAW:
Dari Abu Hurairah r.a berkata: Nabi SAW bersabda: Tanda seorang munafik itu ada tiga: Jika berkata-kata dusta, jika berjanji menyalahi janji, jika diamanahi khianat (HR.Bukhari Muslim Bab Sifat-Sifat Munafik). Dalam riwayat muslim ada tambahan: walaupun ia shalat, puasa, dan mengaku muslim.
Kalau ada orang muslim yang berkata bohong, berarti dalam dirinya ada tanda-tanda kemunafikan. Jika ia melakukan demikian dalam hidupnya, makamia dianggap sebagai pendusta, perbuatannya mengantar pada keburukan. Sebab sekali berbohong, maka akan melahirkan kebohongan berikutnya, menutupi kebohongan sebelumnya.
Sebaliknya, orang yang jujut, derajatnya ada di bawah para Nabi. Â Allah SWT berfirman:
"Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang Allah berikan kenikmatan kepada mereka dari kalangan nabi-nabi, para shiddiiqiin (orang-orang yang sangat jujur), orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya". [An-Nisaa/4:69]
Demikianlah, pembaca yang budiman.
Semoga Allah menguatkan diri kita dengan senantiasa berlaku lurus, berkata jujur, terhindar dari perbuatan tercela. Memohon pertolongannya agar senantiasa dalam lindungan dan pengawasan-Nya, sehingga kita terhindar dari perbuatan tercela.Â
Aamiin.
***
Sumber: Rangkuman tausiyah Kitab Risyadusshalihin Bab Jujur bersama KH.Ahmad Kosasih melalui pembelajaran daring.
Referensi: Mutiara Hadist Shahih Bukhari-Muslim oleh Muhammad Fu'ad Abdul Baqi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H