Assalamu'alaikum, Diary.
Duhai, berapa hari lamanya aku tak menyapamu?
Sini, Ry! Kita saling menghangatkan dalam ruang rindu.
Ya, benar, kau juga merasakan dingin yang menusuk?Â
Sedari pagi hingga jelang sore ini, gerimis tak mau pergi, Ry. Tak mengapa. Burung masih saja riang berceloteh menikmati rinainya. Kita nikmati saja, dengan dua cangkir teh hangat, lima mendoan dan sepiring sambal kecap untuk cocolannya, oke?
Ry, pada suatu masa kala remaja, aku punya kenangan dengan gerimis. Bahkan irama rintiknya yang mengetuk-ngetuk atap terpalnya, seakan mengikuti degup jantungku yang bermelodi riang. Kau tahu kenapa?
Begini ceritanya:
Awalnya kami berteman biasa, sejak sekolah menengah pertama. Tak kusangka, kami berlanjut pada sekolah yang sama di menengah atas. Berbeda kelas hingga kelulusan tiba, tapi kebersamaan kami bersemi menjadi lebih dari sekedar teman.
Pada suatu kala, kami bertengkar hebat. Cemburu ala remaja yang kata orang bak cinta monyet. Ah, kenapa ya dibilang cinta monyet? Entahlah. Yang pasti agak lama juga kami berbaikan kembali.
Hingga pada suatu ketika, hujan deras mengguyur sekolah saat jam pulang sekolah. Diantara kawan nekat menebus hujan, menikmati guyurannya dengan seragam sekolah, takpeduli tas dan buku di dalamnya kuyup.