Assalamu'alaikum wr.wb.
Semangat pagi, Mona. Lama kita taksua via lembaran kertas, ya. Harapku, dirimu selalu tersenyum dan bahagia kala menerima diriku melalui surat. Aku berusaha paham dengan kesibukanmu saat ini. Semoga ada sejenak waktu kau menikmati kata demi kata yang tertulis di sini.
Apakabarmu saat surat ini tiba di jemari lentikmu? Sehat selalu ya, say.
Kau bertanya tentang keadaanku, alhamdulillah aku baik dan sehat, berkat doamu juga. Terima kasih, kau berkenan berbagi kesedihanmu, seperti dulu, kau percayakan untuk diceritakan kepadaku. Mohon maaf, apabila aku baru bisa membalas suratmu saat ini. Mencoba mencerna apa yang menjadi keputusanmu setelah sekian lama kita membahasnya untuk menghasilkan keputusan yang terbaik dalam hidupmu.
Mon, apapun keputusan yang kau ambil untuk kelangsungan hidup dan keluarga kecilmu, in syaa Allah adalah yang terbaik dari sekian pertimbangan yang telah kau lakukan. Jika perpisahan yang menjadi pilihan, maka lakukan dengan ikhlas dan jangan kau sesali di kemudian hari. Aku berusaha paham dengan perasaanmu, berat meninggalkan ini semua. Takmudah kehilangan Mas Yan yang telah membersamai kehidupanmu, Fajar, Sukma, dan Intan.
Pada surat sebelumnya, kau meminta pendapatku akan hal ini. Aku pun butuh waktu untuk bisa menjawabnya. Takingin melukai perasaanmu yang masih berduka. Namun, aku juga tak ingin membuatmu berlama-lama menunggu.
Mona sahabatku,
Apapun keputusan kalian berdua, perpisahan itu bukan akhir dari segalanya. Justru inilah babak baru kehidupan berikutnya. Jadikan pengalaman sebagai guru terbaik, agar kau mulai menata kehidupan bersama tiga malaikat kecilmu. Bagi mereka mungkin ada sayap yang patah. Namun bukan berarti mereka takbisa terbang menggapai mimpi dan cita-cita bersama bundanya yang memiliki sayap tangguh untuk merengkuh, membawa mereka pada harapan masa depannya.
Kau, Mona Artalina, sahabat yang kukenal tangguh sejak dulu.
Takada kata menyerah dalam kamusmu, karena kau selalu berusaha meraih segala asa dan cita ada dalam genggaman. Jikalau kau pernah jatuh, aku saksi dari upayamu untuk bankit dan takbermanja pada luruhnya sandaran. Karena kau yakin pada Allah, semua akan terwujud indah pada masanya.
Demikian juga saat ini, Mon.
Berpisah memang menyakitkan, tapi jangan kau rasa hingga seakan dunia runtuh bersama impianmu. Kau tak sendiri, sayang. Kelak, Allah pertemukan jodoh, menggantikan yang lebih baik lagi sebagai imammu.
Aku hanya bisa mengatakan, seperti yang pernah kau ucapkan, saat kita berpelukan dan saling menasehati dalam kebaikan untuk kita berdiri tegar, agar berdamai dengan masa lalu. Ya, berdamai pada masa yang tak mengenakkan untuk dikenang.
Biarkan Mas Yan pergi dari hidupmu, meski ia tetap ayah dari anak-anakmu. Ia akan senantiasa lekat pada mereka. Tetaplah bersilaturahim dengan baik dengan batas status yang telah kalian miliki saat ini. Tetaplah menjadi orangtua panutan bagi mereka, Mon.
Namun, jangan pula kau menutup diri dari cinta yang hadir dan menyemai benihnya di hatimu. Lagi-lagi, yakinlah bahwa Allah memberikan yang terbaik. Meski episode hidup kita takseindah Cinderela. Hai, bukankah dia bisa happy everafter bersama sang pangeran juga karena ujian yang bertubi-tubi?
Senyumlah, Mona. Jangan urai lagi airmata.
Simpan saja untuk kebahagiaan di akad kedua. Ahay!
Doaku menyertai, bercumbulah selalu pada harapan dan cita-cita.Â
Mon, sampaikan salamku untuk Fajar, Sukma dan Intan, ya.
Maaf, Tante Nash belum bisa ajak jalan-jalan seperti dulu. Kelak ada kesempatan berlibur, segera aku berkunjung, ya.
Wassalamu'alaikum wr.wb.
Dari Nash, sahabatmu di baris kedua.
***
Nama tertera adalah fiktif belaka, imaji penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H