Usai sholat ashar, tiba-tiba aku kangen Bapak dan Ibu. Kupanjatkan doa sejenak kepada Rabb Semesta Alam, memohon agar Ia menjaga keduanya di surga-Nya. Lantunan Al-Fatihah kukirimkan untuk sejoli yang senantiasa menyayangi kami.
Desember baru saja berlalu, Maret masih sebulan lagi, Januari serasa baru dimulai, tahu-tahu saja sebentar lagi beranjak ke Februari. Aku selalu teringat dengan Ibu di Desember.
Bukan karena bulan itu menjadi peringatan Hari Ibu di negeri ini, melainkan karena ulang tahun ibu, jatuh pada bulan terakhir di kalender masehi itu. Begitu juga dengan Bapak, miladnya jatuh oada bulan Maret. Tapi hampir setiap kali selesai sholat, rasa rindu pada keduanya selalu menyergap.
Meski bapak dan ibu sudah tiada, namun keberadaannya di hatiku tak akan lekang oleh waktu. Tak pernah ku lalai untuk berdoa kepada Allah, agar sebagai anak yang ditinggalkan oleh orangtua, aku bisa menjadi anak yang sholehah untuknya, yang senantiasa mendoakan beliau berdua sebagai amal jariyah tiada terputus.
Teringat kenangan bersama Bapak dan Ibu, ketika beliau masih hidup. Masa dimana aku sungguh merasakan kasih sayang, ketegasan dan perhatiannya.Â
Bahkan ketika beliau bersedih, gembira, atau sibuk dengan aktifitas, Bapak dan Ibu tetap melibatkan kami anak-anaknya dalam obrolan ringan maupun serius. Semua sangat membekas dalam ingatanku.
Ibu adalah sosok yang tegas, bahkan cenderung galak bagiku. Namun itu semua karena Ibu sayang kepada kami dengan caranya. Darah melayu sumatera, mengalir deras pada beliau. Ketegasan dan kedisiplinan yang Ibu terapkan membuat kami segan dan hormat padanya. Dirinya tak takut menghukum jika kami ada melakukan kesalahan. Namun tak berat hati memberikan hadiah, jika kami melakukan kebaikan.
Bapak adalah sosok yang humoris dan romantis. Penyabar dan penghibur kami semua. Setiap malam takpernah absen untuk memelukku sampai tertidur. Mengalirkan dongeng dan petuah bijak pada putri-putrinya. Aku dan kakak-kakak selalu menikmati momen mendengarkan kisah yang takpernah habis dari gudang ceritanya.
Momen rutin keluarga seperti sarapan, makan siang dan malam bersama, takpernah terlewatkan dengan senda gurau. Berbagi cerita kejadian di sekolah atau di kantor Bapak.
Aku sendiri merindukan saat keluarga berkumpul di teras rumah, memainkan musik dan bernyanyi bersama. Lantunannya mengalahkan deru mesin pabrik gula, saat kami tinggal di perumahan dinas lingkungan perkebunan tebu. Bapak seniman serba bisa. Alat musik dimainkan, kami menggulirkan tembang-tembang jawa, keroncong, pop, apa saja yang disuka.