Kejadian ini menimpa saya, saat masih bekerja sebagai sekretaris di sebuah PMA Batubara.
Saya baru saja menikah beberapa hari. Sebagai pengantin baru, ada-ada saja guyonan dan olokan dari rekan kerja di kantor. Maklum, saya yang secara usia lumayan senior, namun urusan pernikahan, masih dianggap bocah bagi mereka yang sudah duluan membina rumah tangga.
Pagi itu, seperti biasa, ketika seluruh karyawan tiba di kantor site tambang, bergegas check-log tanda hadir, masuk ke ruangan masing-masing, bersiap menunaikan tugas rutin. Demikian juga saya. Remote AC paling utama difungsikan untuk menyalakan pendingin ruangan, menyalakan lampu, menghidupkan komputer dan mesin fax. Membuka map berisi kertas-kertas dokumen di meja kerja, membaca sekilas surat-surat masuk yang sudah menumpuk.
Kemudian saya beralih ke meja komputer, lanjut fokus di depan layar, menelisik satu per satu email yang memenuhi kotak masuk.
Teringat sore sebelumnya, ada beberapa data yang belum terekap pada laporan pekanan, juga beberapa revisi dari para chief dan manager. Maka saya pun mengalihkan perhatian untuk menyelesaikan input data.
Setengah jam berlalu.Â
Managing Director alias bos saya - berkebangsaan Thailand, hadir ke kantor. Sebagai sekretarisnya, ruangan saya bersebelahan dengan ruang kerjanya. Otomatis setiap masuk ruangan, harus melalui ruangan saya terlebih dahulu.
Saking konsennya dan ngebet kerjaan cepat kelar, saya menoleh sekilas dan menyapa, "Good Morning, Khun."
"Hmm.." sahutnya tersenyum dan langsung menuju ke ruangannya.
Saya terus saja asyik di depan komputer.