Badan jalan memang terlihat kotor dan berlumpur, mengingat pengerjaan dan perbaikan dilakukan hingga masuk musim penghujan ini.
Waduk penampung air hujan yang menjadi andalan Kota Samarinda adalah Waduk Benanga. Lokasinya terletak di Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara. Sejatinya, bendungan ini jadi penampung air hujan lalu membuangnya secara perlahan ke Sungai Karang Mumus (SKM). Tapi kini, kapasitas daya tampung menurun drastic. Dari 1,4 juta liter kubik menjadi 500 ribu liter kubik saja.
Hal ini memicu air hujan tak bisa ditampung maksimal. Alhasil langsung terjun bebas ke permukiman warga. Penurunan daya tampung, sebagai imbas keberadaan sedimen yang bertahun-tahun tidak dikeruk. Usianya bendungan ini sudah 42 tahun. Dibangun sejak 1977. Namun keberadaan bendungan kini hampir 70 persen fungsinya hilang. Diperkirakan, sejak dibangun hingga kini, jumlah lumpur sudah mencapai 1,6 juta meter kubik.
Rencana pengerukan di bendungan ini akan dilakukan sepanjang tahun 2021, selengkapnya bisa di simak di sini.
Mengingat kondisi dan situasi masih pandemi dengan aktivitas terbatas di luar rumah, saya membiasakan diri menyiapkan alat bantu dalam mengatasi musim hujan.
Seperti menggunakan payung, tetap mengenakan masker. Sedia jas hujan dan jaket untuk melindungi dari hujan dan hawa dingin. Mengenakan sandal jepit yang mudah dibasuh jika kotor, membawa tisu kering, tisu basah dan handuk kecil. Tak lupa menyelipkan minyak kayu putih sebagai aroma penghangat. Kadang saya membawa dua atau tiga pasang kaos kaki, sebagai bekal jika harus menggantinya ketika kotor.
Semua buku bahan ajar, dompet dan gadget saya bungkus dengan plastik atau tas kresek, agar tetap aman dan nyaman di dalam tas. Jaga-jaga saat hujan deras menembus dalam tas.
Lagi-lagi, sedia payung sebelum hujan, bukanlah sebuah slogan belaka. Kita harus tetap jaga diri, keluarga dan lingkungan agar tetap waspada. Banjir hadir bukan salah hujan, tetapi memberi peringatan agar tangan kita tak makin berulah kejam pada alam.
Bersyukur Allah turunkan hujan, yang dengannya segala tunas menjadi tumbuh dan bernas. Demikianlah alam berdampingam mesra antara kemarau dan hujan. Agar kita paham atas kuasa-Nya, bahwa di balik panas sengat kering kerontang, ada dingin memeluk sejuk. Bersahabat dengan alam dan melestarikannya, maka mereka pun menyayangi seluruh makhluk agar terjaga langgeng hingga hari nanti. Aamiin.
***