Percuma saja kita bicara,
Jika tak ada seia-sekata.
Pori-porimu bersuara beda,
dan peluhku tak senada seirama.
Aku tak mau dengar,Â
Kau masih ngoceh tak karuan.
Suara di luar sudah sedemikian hingar bingar,
Suaramu makin meninggi melebihi riuh gemuruh hujan.
Aku hanya butuh sentuhanmu,
Yang dulu selalu kau sematkan dihatiku.
Bagai hujan yang menumbuhkan bunga,
Melepaskan rindu yang begitu dahaga.
Kutuliskan ini agar kau mendengar isi benakku,
Kuselipkan telepati dari tatap mataku pada hatimu.
Segeralah luruh amarahmu,
Karena kupaham arti genggaman tanganmu.
Lalu, Diam.
Bisu. Sepi.
Hanya suara degup jantung kita terdengar bertalu.
Dan senyum kita berdua, pemberi tanda damai itu sebenarnya selalu ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H