MasyaAllah, ada rasa hangat menjalar dari pundak. Tapi saya malah konsen dengan hawa aneh yang seolah ingin berpindah tempat dari kaki ke paha, dari paha ke kaki. Begitu 'hawa' tersebut berada di tulang kering, Mba Kar mencengkeram lutut saya. Terlihat dia berkonsentrasi penuh membantu saya agar 'hawa' itu tidak naik lagi ke paha.
"Kim, bantu tarik, keluarkan dari jempol!" seru Mba Kar padanya.
Mas Kim turun dari kursi, duduk bersila di sebelahku yang duduk berselonjor pasrah. Pundakku masih di pegang Mba Fin agar tetep kokoh duduk dengan posisi itu.
Dan.. telapak tangan Mas Kim, tanpa menyentuh kaki saya, tepatnya mengambang beberapa senti saja, melakukan gerakan mengusap dengan gemetar. Ia berusaha mengeluarkan hawa tersebut dari kaki saya.
Saya bun bergetar, berulang-ulang mengucap takbir dan istighfar. Mba Kar seperti mengunci mati lutut saya, membuat tidak bisa mnggerakkan kaki kanan.
Percaya atau tidak, kaki saya bergetar sendiri di luar kendali. Mas Kim terus berkonsentrasi, mengarahkan gerakan menuju ke mata kaki, ke jemari kaki. Sayangnya, usahanya harus makin keras, karena si 'Hawa' seolah tak mau diajak kompromi. Saya merasakannya 'dia' masih saja berusaha bergerak ke sana kemari, diantara lutut dan mata kaki. Â
"Terus seret keluar, Kim! Lutut Siska sudah kukunci!" Mba Kar memberi semangat kepada Mas Kim.
Akhirnya, dan dengan helaan keras dan sekali sentak, Mas Kim melakukan gerakan mencabut hawa tersebut dari kaki saya. Benar-benar tanpa menyentuh! Beliau mendengus sebal. Tangannya dengan cepat kembali melakukan gerakan mengusap dari lutut hingga jemari kaki. Tepat bersamaan dengan gerakan itu, jempol kaki kanan saya bergetar dan saya merasakan 'dhuup!' Ada sesuatu yang berasa terkeluar dari jempol kaki saya itu! Tepat bersamaan dengan erangan kecil saya mengucap takbir! Allahu Akbar!
Saya lemas, badan terhuyung, untuklah Mba Fin langsung memeluk saya. Mas Dan menyodorkan air minum kemasan dan saya langsung meminumnya.
Setelah agak tenang, "Dek, tadi pas sesi debat, Â Mas Kim tiba-tiba meminta saya untuk mengajakmu ke sini, karena beliau melihat Dek Siska terlihat aneh, tidak biasanya. Saya awalnya juga gak paham. Pokoknya diminta supaya mengajak adik menyingkir sebentar lah. Tapi memang saya perhatikan, makin lama kok makin emosi." Mas Dan menjelaskan.
"Yo, sepurone (maafkan) ya, dek. Ini karena aku ndelok (lihat) wajahmu memerah, suaramu ra (tidak) terkontrol. Aku merasa iki dudu (ini bukan) dek Siska. Kayake sing debat mau dudu awakmu (sepertinya yang debat tadi bukan dirimu). Matamu merah lho dek, mau iku (tadi itu).  Mba Kar juga bilang, lebih baik bawa kesini aja. Makanya aku nyuwun (minta) Mas Dan interupsi sebentar. Ternyata ada 'sesuatu' yang ingin menggangu kamu. Wallahu'alam," Mas Kim melengkapi penjelasan.