Menurut KBBI Daring, ikhlas berarti bersih hati, tulus hati. Sedangkan ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah SWT, yang didasari ketaatan mengerjakan perintahNya dan menjauhi laranganNya; ibadat.
Ketika kita ikhlas kepada Allah, kita tidak perlu merasa takut atau khawatir terhadap omongan orang lain atas apa yang kita lakukan dalam kegiatan sehari-hari, termasuk dalam hal ibadah rutin (mutaba'ah yaumiyah)
Kita tidak perlu merasa malu, karena niat kitalah yang dinilai oleh Allah SWT, bukan dari apa yang nampak terlihat oleh manusia. Jadi, apakah amal-amal kita ditunjukkan atau diperlihatkan atau tidak, itu tidak menjamin keikhlasan kita kepada Allah.Â
Karena yang mengetahui keikhlasan dalam melakukan segala amalan baik itu hanya diri kita dan Allah, sehingga kita tak perlu merasa khawatir dengan penilaian orang lain.
Itulah maka, dalam setiap melakukan sesuatu, terutama dalam melaksanakan amalan-amalan harian, kita perlu senantiasa meluruskan hati, menata segala sesuatunya, yang mana kita lakukan semata-mata karena Allah. Tak perlu berharap apapun kepada manusia. Allah Mahatahu apa yang tersirat maupun yang tampak.
Ikhlas dan memperbaharui niat itu penting. Pernah dicontohkan di zaman Rasulullah SAW, beliau juga menanyakan mutaba'ah*) kepada para sahabat. Menanyakan bagaimana perbuatan dan amalan-amalan baiknya, sebagai motivasi kepada sahabat yang lain dan sebagai evaluasi pada diri pribadi masing-masing.
Pada saat Muhammad Al-Fatih akan menaklukkan Konstantinopel, beliau bersama dengan para jamaahnya akan melakukan sholat berjamaah, dia bertanya kepada hadirin di masjid:
Siapa yang sejak akhil baligh, pernah meninggalkan sholat wajib? Semua jamaah masih berdiri.
Siapa yang sejak akhil baligh pernah meninggalkan sholat berjamaah? Beberapa ada yg duduk.
Siapa yang sejak akhil baligh pernah meninggalkan sholat sunnah rawatib? Hampir semuanya duduk, kecuali Al-Fatih. Sehingg ia lah yang menjadi imam sholat.
Ibadah harian yang dilakukan dengan ikhlas, Â memiliki nilai yang tinggi dihadapan Allah SWT. Karena Allah menyukai hal-hal baik yang dilakukan denga rutin meskipun sedikit.
Menurut ulama, kewajiban kita itu sangat banyak dari waktu yang tersedia. Untuk itulah, kita perlu berusaha mengatur waktu agar target-target ibadah harian kita tercapai. Salah satu caranya adalah dengan melakukan evaluasi / mutaba'ah.
Ketika melakukan evaluasi/mutabaah, bukanlah sesuatu yang tidak penting, namun ada baiknya kita melakukannya agar bisa terpantau oleh diri kita sendiri, sejauh mana target ibadah kita ini bisa dilakukan dengan sebaik mungkin. Hal ini untuk melatih diri kita dalam meningkatkan kualitas pribadi.
Mari mengevaluasi diri, apakah kita membuang-buanh waktu, atau malah kekurangan waktu. Terlalu sibuk dengan urusan diri sendiri, atau malah mengabaikan target ibadah sehingga tidak tercapai
Evaluasi juga sebagai ikhtiar untuk mendisiplinkan diri, bisa mengatur waktu dan teratur melakukannya dengan baik. Jadikan orang lain sebagai motivator, karena iman kita juga naik turun, kan?Â
Setan selalu menggoda kita ketika kita melakukan amal baik. Ia makhluk paling konsisten menggoda manusia dan berusaha menjerumuskan kita sejak manusia diciptakan. Masa kita kalah kuat untuk menegakkan ibadah rutin harian?
Jadikan diri kita istiqomah, senantiasa berupaya memperbaiki diri sampai ajal kita nanti, sehingga evaluasi ini adalah bekal utk memperbaiki niat, memperbaharui niat, dan ikhlas kepada Allah.
Catatan:
*) Mutaaba'ah berasal dari kata taaba'a, yang memiliki arti: Tatabba'a (mengikuti) Raaqaba' (mengawasi). Yang dimaksud dengan mutaaba'ah adalah mengikuti dan mengawasi sebuah program agar berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
(Catatan rangkuman tausiyah dalam kajian islam dengan tema Ikhlas, 20 Feb 2018, semoga bermanfaat)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H