"Aku Nadira," ucapku sambil bercermin.
"Aku Sadyfa," lanjutku sembari meneliti ujung kaki hingga ujung kepalaku. Kuamati lekat-lekat bayangan yang terbentuk di dalam cermin. Inikah aku?
" Nadira Sadyfa namaku. Lalu siapa diriku ini?" tanyaku pada cermin. Berbicara seorang diri dan tak ada yang menjawab.
Sebuah pertanyaan yang sederhana membuatku menjadi tak tenang. Padahal hanya dengan kata siapa. Aku pun tersentak.
Aku pun memulai pencarian jawaban atas pertanyaan yang terus memburuku. Panah-panah tanya melesat menghuajam tepat di jiwaku. Membuatnya tersadar dari lamunan semu. Membuka mata yang selama ini terpejam. Dan tentunya membuka pemikiran ini.
Tinggal di sebuah tempat yang indah. Mempesona dengan segala keindahan alam yang terkandung di dalamnya. Ada rasa syukur yang selalu terpanjatkan di setiap karunia. Penuh dengan harapan, angan, dan cinta. Tempat yang memberikan ketenangan jika diresapi dengan sebuah ketulusan.
"Nad, jadi apa rencanamu sekarang?" tanya ibuku.
Pertanyaan yang sudah kuduga pasti akan muncul stelah beberapa minggu aku terdiam.
"Belum tahu, Bu," jawabku jujur.
Aku memang masih ragu. Masih belum bisa menentukan arah yang harus kutempuh.
"Nadi adalah sesuatu yang luar biasa. Jalurnya berliku, tetapi tak pernah salah arah. Mengalirkan kehidupan. Tak peduli seberapa panjang jalur yang ia tempuh, ia selalu sampai pada tujuannya," ucap ibuku.