Mohon tunggu...
Raden Siska Marini
Raden Siska Marini Mohon Tunggu... Dosen - Manusia Profesional

Seorang manusia yang percaya bahwa pendidikan adalah jembatan menuju perubahan. Dengan semangat membara, ia bercita-cita untuk menjadi manusia yang bermanfaat, menginspirasi mahasiswa bukan hanya di dalam kelas, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Selain mengajar, Siska aktif berkontribusi dalam berbagai proyek sosial dan penelitian, menjadikan setiap langkahnya penuh makna. Dalam dunia yang terus berubah, ia berkomitmen untuk membekali generasi masa depan dengan pengetahuan dan nilai-nilai yang kuat, sehingga mereka dapat berkontribusi positif bagi masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melawan Budaya Patriarki

22 November 2024   23:06 Diperbarui: 22 November 2024   23:14 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandangan ini menyebabkan perempuan sering kali merasa tidak dihargai selain dari penampilan fisiknya. Berbagai studi menunjukkan bahwa objektifikasi seksual perempuan dapat meningkatkan risiko kekerasan seksual, pelecehan, dan diskriminasi terhadap mereka. 

Sebagai contoh, perempuan yang tampil dalam media dengan pakaian minim atau perilaku provokatif sering kali dianggap sebagai "pantas" untuk diperlakukan dengan cara yang tidak pantas, yang memperburuk stigma terhadap tubuh perempuan.

Dalam hal ini, teori objektifikasi seksual oleh Martha Nussbaum menjelaskan bahwa melihat perempuan sebagai objek seksual bukan hanya membatasi kebebasan mereka, tetapi juga merampas martabat manusia mereka. Nussbaum menyebutkan bahwa dalam situasi objektifikasi, perempuan diperlakukan seolah-olah hanya ada untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan orang lain, tanpa menghargai otonomi atau subjekitas mereka.

Perempuan dalam Ruang Publik dan Kepemimpinan: Akses yang Terbatas

Selain masalah objektifikasi seksual, patriarki juga mempengaruhi peran perempuan dalam ruang publik, khususnya dalam hal akses terhadap kepemimpinan dan partisipasi dalam pengambilan keputusan. Meskipun perempuan di Indonesia sudah mulai menempati posisi politik dan sosial, gap gender dalam bidang ini tetap signifikan. 

Menurut data, perempuan yang memegang jabatan eksekutif atau legislatif masih sangat terbatas, dan mayoritas keputusan penting yang memengaruhi kehidupan masyarakat umumnya masih didominasi oleh laki-laki.

Pandangan bahwa perempuan tidak cocok dalam posisi kepemimpinan atau pengambilan keputusan berakar dari stereotip gender yang menganggap perempuan lebih emosional, kurang rasional, atau tidak mampu memimpin dengan tegas. Padahal, banyak perempuan yang menunjukkan kapasitas kepemimpinan yang luar biasa dalam berbagai bidang, dari politik hingga bisnis, yang membuktikan bahwa kemampuan tersebut tidak terikat pada jenis kelamin.

Solusi Konkret untuk Mengatasi Ketidaksetaraan Gender

Untuk mengatasi ketidaksetaraan yang dihasilkan oleh patriarki, dibutuhkan pendekatan yang sistematis dan menyeluruh. Beberapa langkah konkret yang perlu dilakukan antara lain:

  1. Edukasi dan Kesadaran Sejak Dini
    Mengubah pandangan masyarakat terhadap gender dimulai dengan pendidikan yang baik. Pendidikan gender harus dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah dari usia dini, dengan tujuan untuk membentuk pola pikir yang lebih adil terhadap peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Edukasi ini tidak hanya penting untuk perempuan, tetapi juga untuk laki-laki, agar mereka memahami pentingnya kesetaraan dan saling menghormati.

  2. Meningkatkan Akses Perempuan dalam Ruang Publik dan Kepemimpinan
    Kebijakan afirmatif yang mendukung partisipasi perempuan dalam politik, ekonomi, dan kepemimpinan sangat diperlukan. Salah satunya adalah dengan mewajibkan adanya kuota perempuan dalam jabatan publik, serta memastikan bahwa perempuan mendapat akses yang setara terhadap pendidikan tinggi dan pelatihan kepemimpinan.

  3. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
    Lihat Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun