Dari sudut pandang agama yang lebih moderat, banyak kelompok berpendapat bahwa feminisme dan ajaran agama tidak selalu saling bertentangan. Dalam banyak ajaran agama, termasuk Islam, ada interpretasi yang lebih inklusif mengenai peran gender. Teori feminisme religius menunjukkan bahwa banyak ayat dalam Al-Qur'an, seperti Surah An-Nisa (4:32) yang berbunyi:
"Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak daripada sebagian yang lain. Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
Ayat ini menekankan pentingnya keadilan dan persamaan hak bagi kedua gender. Pendekatan moderat ini berargumen bahwa feminisme dapat memperkaya pemahaman terhadap ajaran agama dengan menekankan pentingnya keadilan sosial, dan dengan demikian, tidak merusak moral tetapi justru memperkuat nilai-nilai moral yang adil dan egaliter.
Perspektif Kritikus
Kritikus feminisme seringkali memfokuskan perhatian pada beberapa bentuk feminisme yang dianggap ekstrem atau terlalu radikal. Mereka berargumen bahwa ada aliran feminisme yang dapat menimbulkan polarisasi sosial dan memperburuk konflik gender.
 Misalnya, beberapa kritikus mengamati bahwa argumen-argumen feminis tertentu bisa bersifat menyingkirkan laki-laki dari diskusi tentang gender dan peran sosial. Dalam hal ini, kritik terhadap feminisme bisa dianggap sebagai upaya untuk mempertahankan dialog yang lebih seimbang antara gender dan mencegah bentuk ekstremisme dalam gerakan tersebut.
Perspektif Akademisi
Dari sudut pandang akademis, feminisme dipandang sebagai alat untuk memahami dinamika kekuasaan dalam masyarakat, yang membantu mengeksplorasi berbagai isu sosial. Banyak akademisi berargumen bahwa feminisme, dalam banyak bentuknya, berkontribusi pada perkembangan moral dengan menantang ketidakadilan dan memberi suara kepada yang terpinggirkan.Â
Teori kritis feminis, yang berfokus pada interseksionalitas, menekankan bahwa feminisme tidaklah monolitik; ada banyak aliran dan pemikiran di dalamnya. Dengan demikian, banyak akademisi percaya bahwa feminisme dapat berfungsi sebagai sarana untuk mendorong keadilan sosial yang lebih besar.
Kesimpulan
Menjawab pertanyaan apakah feminisme merusak moral, kita harus mempertimbangkan kompleksitas isu ini. Dari perspektif pro-feminisme, feminisme memperkuat moralitas melalui keadilan dan kesetaraan. Namun, perspektif konservatif berargumen bahwa feminisme dapat merusak nilai-nilai tradisional.Â