Mohon tunggu...
Sisilia Yunita Ingutali
Sisilia Yunita Ingutali Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

NIM : 55522110010 Mata Kuliah : Pajak Internasional Dosen : Prof.Dr, Apollo, M.Si.Ak Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 2 - Hubungan Kepatuhan Perpajakan Internasional dengan Mekanisme Pemeriksaan Pajak

14 November 2023   23:53 Diperbarui: 14 November 2023   23:58 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pajak Internasional

Pajak internasional merujuk pada aspek perpajakan yang terkait dengan transaksi lintas batas negara. Hal ini melibatkan peraturan dan peraturan perpajakan yang berlaku ketika ada kegiatan ekonomi atau bisnis yang melibatkan lebih dari satu negara. Beberapa aspek utama dari pajak internasional termasuk:

  • Pajak Penghasilan Perusahaan (PPh Badan) yang Melibatkan Transaksi Internasional: Ketika perusahaan memiliki operasi atau bisnis di beberapa negara, perhitungan pajak penghasilan perusahaan melibatkan aspek pajak dari berbagai yurisdiksi.
  • Perjanjian Perpajakan Bilateral: Negara-negara sering membuat perjanjian perpajakan bilateral atau multilateral untuk mengatur bagaimana pendapatan akan dikenakan pajak jika melibatkan lebih dari satu negara. Perjanjian ini bertujuan untuk menghindari penghindaran pajak dan mendukung kerja sama antarnegara.
  • Penghindaran Pajak dan Tata Cara Pajak Internasional: Beberapa skema perencanaan pajak yang legal digunakan oleh perusahaan multinasional untuk mengurangi pembayaran pajak dalam lintas batas, yang sering kali menimbulkan isu terkait kepatuhan perpajakan.
  • Kerjasama Internasional dan Pertukaran Informasi: Negara-negara bekerja sama untuk pertukaran informasi perpajakan dalam rangka menegakkan kepatuhan perpajakan internasional, melawan penghindaran pajak, dan memberantas pencucian uang.

Pajak internasional menyoroti kompleksitas dalam menentukan aspek mana dari pendapatan atau transaksi yang harus dikenakan pajak oleh negara tertentu, terutama dalam konteks bisnis lintas batas. Hal ini melibatkan aspek hukum, peraturan, dan kesepakatan antarnegara untuk menyeimbangkan kepentingan pajak antara negara-negara yang terlibat.

Tujuan dari pajak internasional di Indonesia, sebagaimana di negara lainnya, termasuk:

  • Mendapatkan Pendapatan untuk Negara: Pajak internasional menjadi sumber pendapatan penting bagi pemerintah Indonesia. Pajak ini diperoleh dari berbagai transaksi lintas batas seperti impor, ekspor, investasi asing, dan bisnis multinasional.
  • Mengatur Transaksi Lintas Batas: Peraturan perpajakan internasional membantu mengatur dan mengendalikan transaksi lintas batas untuk memastikan bahwa aktivitas bisnis antar negara terkait dengan Indonesia terpajak secara wajar sesuai dengan hukum perpajakan yang berlaku.
  • Mendorong Investasi Asing: Sistem perpajakan yang adil dan terstruktur secara baik dapat mendorong investasi asing langsung (FDI) ke Indonesia dengan menyediakan insentif pajak atau perlakuan pajak yang kompetitif.
  • Mencegah Penghindaran Pajak dan Pencucian Uang: Kepatuhan perpajakan internasional yang baik membantu mencegah praktik penghindaran pajak dan pencucian uang. Indonesia aktif berpartisipasi dalam kerjasama internasional untuk pertukaran informasi perpajakan guna mencegah kecurangan pajak dan tindakan pencucian uang.
  • Mendorong Kerja Sama Internasional: Indonesia berupaya membangun kerja sama dengan negara-negara lainnya dalam hal perpajakan internasional. Hal ini bertujuan untuk memperkuat kerja sama antar negara dalam mengatasi praktik penghindaran pajak, memperkuat hukum perpajakan, dan melakukan pertukaran informasi perpajakan.

Pajak internasional di Indonesia, seperti di banyak negara lainnya, merupakan bagian penting dari pendapatan negara serta alat untuk mengatur transaksi lintas batas dan memastikan bahwa pemenuhan kewajiban perpajakan tetap terjaga.

Dalam konteks pajak internasional, beberapa permasalahan yang sering muncul antara lain:

  • Pajak Berganda: Adalah permasalahan ketika dua atau lebih yurisdiksi mengklaim hak untuk mengenakan pajak pada penghasilan yang sama dari subjek yang sama dalam periode waktu yang sama. Hal ini bisa terjadi karena perbedaan interpretasi aturan perpajakan antarnegara atau kurangnya kesepakatan mengenai alokasi pengenaan pajak.
  • Kurangnya Koordinasi Antar Negara: Ketidakcocokan aturan perpajakan di berbagai negara dapat menciptakan kesenjangan atau celah yang memungkinkan praktik penghindaran pajak, serta meningkatkan risiko pajak berganda.
  • Praktik Penghindaran Pajak: Beberapa entitas atau individu bisa memanfaatkan celah dalam aturan perpajakan di berbagai yurisdiksi untuk menghindari atau mengurangi kewajiban pajak mereka secara legal tetapi terkadang kontroversial.
  • Ketidakjelasan atau Ambiguitas Hukum: Aturan perpajakan internasional yang kompleks atau tidak jelas dapat menyebabkan ketidakpastian dalam menentukan bagaimana suatu transaksi harus dikenai pajak, yang kemudian dapat memunculkan perselisihan interpretasi antarnegara.
  • Kesulitan Pertukaran Informasi: Pertukaran informasi antarnegara terkait kepatuhan pajak bisa menjadi sulit karena perbedaan dalam peraturan dan kebijakan perpajakan, standar keamanan data, atau kurangnya kesepakatan antarnegara terkait pertukaran informasi tersebut

Penyelesaian permasalahan-permasalahan ini sering melibatkan kerja sama antar negara, baik dalam bentuk perjanjian perpajakan, peningkatan pertukaran informasi, dan koordinasi dalam merumuskan aturan perpajakan yang lebih konsisten dan transparan secara internasional.

Ada beberapa faktor yang dapat mendorong kepatuhan pajak internasional, antara lain:

  • Perjanjian Perpajakan Internasional: Adanya perjanjian perpajakan antarnegara (seperti Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, Tax Information Exchange Agreement, dll.) membantu dalam mempromosikan kepatuhan pajak internasional dengan memfasilitasi pertukaran informasi antarnegara.
  • Transparansi dan Keterbukaan Informasi: Negara-negara yang menerapkan praktik transparansi informasi keuangan yang tinggi, termasuk pengungkapan informasi keuangan secara terbuka, dapat mendorong kepatuhan pajak internasional.
  • Kepatuhan Sukarela dan Kesadaran Wajib Pajak: Kesadaran dan kepatuhan sukarela wajib pajak untuk membayar pajak sesuai dengan aturan yang berlaku juga merupakan faktor penting dalam menciptakan lingkungan kepatuhan pajak yang baik.
  • Kerjasama Internasional: Kolaborasi antarnegara dalam mengadopsi standar internasional untuk pertukaran informasi perpajakan dan penanganan praktik penghindaran pajak secara bersama-sama dapat meningkatkan kepatuhan pajak internasional.
  • Penerapan Hukum dan Sanksi yang Efektif: Sistem hukum yang efektif dan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran pajak dapat mendorong kepatuhan wajib pajak untuk mematuhi peraturan perpajakan.
  • Ketegasan dalam Penegakan Aturan Perpajakan: Konsistensi dan ketegasan dalam penegakan aturan perpajakan oleh otoritas pajak dapat menjadi insentif bagi wajib pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakannya.
  • Pendidikan dan Kesadaran Perpajakan: Pendidikan perpajakan yang lebih baik kepada masyarakat dan wajib pajak dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang pentingnya kepatuhan pajak dan konsekuensinya.

Faktor-faktor ini bersama-sama menciptakan lingkungan di mana kepatuhan pajak internasional dapat ditingkatkan dan dapat mendorong negara-negara serta wajib pajak untuk mematuhi aturan perpajakan secara lebih efektif

Pajak internasional merujuk pada kewajiban perpajakan yang timbul dari transaksi lintas batas atau aktivitas yang melibatkan lebih dari satu yurisdiksi. Hal ini dapat melibatkan perusahaan multinasional atau individu yang memiliki aset atau penghasilan di berbagai negara.

Pajak berganda internasional terjadi ketika dua atau lebih yurisdiksi mengklaim hak untuk mengenakan pajak pada penghasilan yang sama dari subjek yang sama dalam periode waktu yang sama. Ini bisa terjadi karena perbedaan dalam interpretasi aturan perpajakan antarnegara, kebijakan fiskal, atau kurangnya koordinasi antar negara.

Hubungan antara pajak internasional dan pajak berganda internasional adalah bahwa pajak berganda sering kali merupakan hasil dari aktivitas bisnis atau transaksi lintas batas yang kompleks yang terjadi dalam lingkungan perpajakan internasional. Kurangnya koordinasi antar negara, perbedaan aturan perpajakan, dan praktik penghindaran pajak yang kompleks dapat memperburuk masalah pajak berganda dalam konteks perpajakan internasional.

Untuk mengatasi pajak berganda, negara-negara sering kali membuat perjanjian perpajakan bilateral atau multilateral untuk mengatur bagaimana dan di mana suatu penghasilan dapat dikenakan pajak, serta untuk mencegah praktik penghindaran pajak yang merugikan. Pertukaran informasi antarnegara juga merupakan komponen penting untuk mengurangi pajak berganda dan meningkatkan kepatuhan perpajakan internasional.

Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan pajak adalah proses di mana otoritas pajak, seperti Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Indonesia, memeriksa dan meninjau catatan keuangan serta dokumen perpajakan dari individu, perusahaan, atau entitas hukum lainnya untuk memastikan bahwa kewajiban perpajakan telah dipenuhi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Proses ini dilakukan untuk menilai kepatuhan pajak suatu subjek terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.

Pemeriksaan pajak dapat dilakukan secara rutin atau berdasarkan kebutuhan, dan dapat melibatkan audit menyeluruh terhadap keuangan seseorang atau perusahaan. Otoritas pajak menggunakan berbagai metode untuk memverifikasi kepatuhan pajak, termasuk pemeriksaan dokumen, perhitungan ulang kewajiban pajak, wawancara dengan wajib pajak, dan investigasi lebih lanjut jika ada indikasi potensi ketidakpatuhan.

Tujuan dari pemeriksaan pajak adalah untuk memastikan bahwa semua subjek pajak mematuhi aturan perpajakan yang berlaku, menghindari praktik penghindaran pajak yang ilegal, serta memastikan penerimaan pajak yang sesuai untuk mendukung kebijakan fiskal negara. Proses pemeriksaan pajak juga bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan.

Terdapat dua tujuan utama dari pemeriksaan pajak yang diuraikan dalam Pasal 4 dan Pasal 70 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015:

  • Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Pasal 4 PMK-184/2015): Tujuan ini adalah untuk melakukan penilaian terhadap tingkat kepatuhan subjek pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan bahwa wajib pajak telah mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku, termasuk pembayaran pajak yang tepat waktu, lengkap, dan sesuai dengan aturan yang ditetapkan.
  • Melaksanakan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan (Pasal 70 PMK-184/2015): Tujuan lain dari pemeriksaan pajak adalah untuk menjalankan dan mengimplementasikan semua ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Hal ini mencakup memastikan bahwa pemeriksaan pajak dilakukan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam hukum perpajakan yang berlaku, serta menjalankan kewenangan yang telah ditetapkan dalam regulasi perpajakan tersebut.

Standar Pemeriksaan yang terkait dengan pemeriksaan pajak menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 184/PMK.03/2015 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2013 adalah sebagai berikut:

Standar Umum (Pasal 7 PMK-184/2015 jo Pasal 3 PER-23/2013):

Standar Umum mencakup prinsip-prinsip yang harus dipatuhi oleh petugas pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan pajak. Beberapa poin pentingnya adalah:

  • Kemandirian: Petugas harus independen dalam melakukan pemeriksaan pajak tanpa tekanan dari pihak manapun.
  • Proporsionalitas: Pemeriksaan harus dilakukan secara proporsional, sesuai dengan kompleksitas dan risiko perpajakan yang ada.
  • Kerahasiaan: Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan harus dijaga kerahasiaannya, kecuali untuk kepentingan perpajakan yang sah.

Standar Pelaksanaan (Pasal 8 PMK-17/2013 jo Pasal 4 PER-23/2013):

  • Standar Pelaksanaan adalah prosedur yang harus diikuti oleh petugas pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan pajak. Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam Standar Pelaksanaan antara lain:
  • Rencana Pemeriksaan: Petugas harus menyusun rencana pemeriksaan yang terinci sebelum memulai pemeriksaan.
  • Pengumpulan Bukti: Petugas harus mengumpulkan bukti dan informasi yang diperlukan untuk menentukan kepatuhan perpajakan.
  • Pemeriksaan yang Komprehensif: Pemeriksaan harus dilakukan secara menyeluruh untuk memastikan bahwa segala aspek perpajakan telah diperiksa dengan baik.

Standar Pelaporan (Pasal 9, 10 PMK-184/2015 jo Pasal 5, 6 PER-23/2013):

Standar Pelaporan mengatur tentang penyusunan laporan hasil pemeriksaan pajak. Beberapa poin yang diatur dalam Standar Pelaporan adalah:

  • Laporan Hasil Pemeriksaan: Petugas harus menyusun laporan hasil pemeriksaan yang jelas, akurat, dan sesuai dengan temuan yang ditemukan selama pemeriksaan.
  • Penyampaian Laporan: Laporan hasil pemeriksaan harus disampaikan kepada wajib pajak untuk memberikan informasi tentang temuan dan kesimpulan dari pemeriksaan yang telah dilakukan.

Standar ini membentuk kerangka kerja yang menjadi panduan bagi petugas pajak dalam melakukan pemeriksaan, mengikuti prinsip-prinsip, prosedur, dan penyusunan laporan yang sesuai dengan aturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Tahapan pemeriksaan pajak melibatkan sejumlah langkah yang harus diikuti oleh wajib pajak dalam proses pemeriksaan:

  • Penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan (SPPL) atau Surat Panggilan: Pemeriksa pajak akan mengirimkan surat pemberitahuan atau panggilan pemeriksaan kepada wajib pajak untuk memberitahu bahwa mereka akan diperiksa. Surat tersebut bisa disampaikan melalui berbagai cara, seperti pos, faks, atau jasa pengiriman. Wajib pajak harus mengkonfirmasi penerimaan surat tersebut. Setelah SPPL atau Surat Panggilan disampaikan, wajib pajak tidak lagi bisa melakukan perubahan atau koreksi atas Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah diajukan.
  • Pertemuan Wajib Pajak: Pertemuan antara wajib pajak dan pihak pajak biasanya dilakukan di Kantor Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Pada pertemuan ini, wajib pajak pribadi atau perwakilan wajib pajak badan, ahli waris, atau wali (jika berkaitan dengan warisan atau anak di bawah umur) hadir. Jika diinginkan, wajib pajak dapat didampingi oleh konsultan pajak atau perwakilan lain yang memahami bisnis atau pekerjaan mereka.
  • Pemeriksaan di Tempat Wajib Pajak atau Pemeriksaan di Kantor Pajak: Jenis pemeriksaan ini tergantung pada aktivitas usaha atau pekerjaan wajib pajak. Jika wajib pajak memiliki usaha, pemeriksaan akan dilakukan di tempat usaha tersebut. Wajib pajak harus mempersiapkan buku, catatan, dokumen, dan barang yang diperlukan selama pemeriksaan. Pemeriksaan bisa dilakukan lebih dari satu kali, jadi wajib pajak perlu bersikap kooperatif untuk menghindari penyegelan.
  • Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen: Selama proses pemeriksaan, pemeriksa pajak mungkin meminta wajib pajak untuk meminjamkan buku, catatan, atau dokumen yang diperlukan. Permintaan ini disertai dengan Surat Permintaan Peminjaman yang harus dipenuhi oleh wajib pajak dalam waktu tertentu. Jika wajib pajak tidak memiliki hak untuk meminjamkan buku, catatan, atau dokumen tersebut, mereka bisa membuat surat pernyataan terkait hal tersebut.
  • Pemeriksaan dan Pengujian: Pemeriksa pajak melakukan pengujian selama beberapa bulan untuk mengevaluasi kepatuhan perpajakan wajib pajak. Pengujian ini mencakup evaluasi dari buku, catatan, dan dokumen yang dipinjam dari wajib pajak. Durasi pengujian dapat berbeda, tergantung pada kompleksitas pemeriksaan.
  • Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan: Setelah selesai melakukan pemeriksaan, pemeriksa pajak mengeluarkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). SPHP ini berisi hasil pemeriksaan pajak dan daftar temuan selama pemeriksaan. Wajib pajak harus memberikan tanggapan tertulis atas SPHP tersebut.
  • Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP): Jika diperlukan, ada diskusi terakhir antara wajib pajak dan pemeriksa pajak. Hasil diskusi ini dicatat dalam Risalah Pembahasan dan Berita Acara PAHP yang harus ditandatangani oleh wajib pajak.
  • Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP): LHP diterbitkan setelah proses pemeriksaan selesai. Dokumen ini mencakup Berita Acara PAHP dan nota hitung, yang berisi perhitungan pajak terutang yang lengkap. LHP ini digunakan sebagai dasar untuk Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak. Setelah tujuh hari kerja sejak tanggal LHP, semua dokumen yang dipinjam akan dikembalikan ke wajib pajak.

Produk-produk dari pemeriksaan pajak memiliki berbagai jenis dokumen yang dapat dikeluarkan oleh otoritas pajak, yang masing-masing memiliki makna dan tujuan tersendiri. Di bawah ini adalah penjelasan singkat tentang beberapa produk pemeriksaan pajak yang Anda sebutkan:

  • SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar): SKPKB diterbitkan jika terjadi kesalahan dalam perhitungan atau pelaporan pajak yang mengakibatkan kurangnya pembayaran pajak dari wajib pajak. Dokumen ini menetapkan jumlah pajak yang kurang dibayarkan dan harus segera dilunasi.
  • SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar): SKPLB diterbitkan jika terdapat pembayaran pajak yang lebih dari yang seharusnya oleh wajib pajak. Dokumen ini menetapkan jumlah pajak yang lebih dibayarkan dan akan dikembalikan kepada wajib pajak.
  • SKPN (Surat Ketetapan Pajak Nilai Tidak Benar): SKPN dikeluarkan jika nilai transaksi atau aset yang dilaporkan oleh wajib pajak tidak sesuai dengan data atau estimasi otoritas pajak. Dokumen ini menetapkan nilai pajak yang seharusnya dan bisa menyebabkan pembayaran lebih atau kurang dari nilai yang sebelumnya dilaporkan oleh wajib pajak.
  • SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Terpadu): SKPKBT merupakan dokumen yang diterbitkan jika terjadi kesalahan dalam perhitungan atau pelaporan pajak yang mengakibatkan kurangnya pembayaran pajak dari wajib pajak. Dokumen ini biasanya diterbitkan dalam kasus yang lebih kompleks dan terpadu.
  • STP (Surat Tagihan Pajak): STP diterbitkan sebagai permintaan pembayaran pajak yang harus segera dilunasi oleh wajib pajak, berdasarkan pada hasil dari pemeriksaan pajak atau perhitungan dari otoritas pajak.
  • DILANJUTKAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN (Pasal 12 PP 74/2011): Ini merupakan bentuk kelanjutan pemeriksaan pajak berdasarkan bukti permulaan yang ditemukan pada tahap awal pemeriksaan. Dokumen ini menunjukkan bahwa pemeriksaan akan dilanjutkan dengan rincian lebih lanjut terkait masalah atau potensi pelanggaran yang teridentifikasi.

Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Internasional :

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 02/PJ/2020 mengatur tentang pelaksanaan Tax Examination Abroad (Pemeriksaan Pajak di Luar Negeri) dalam konteks pertukaran informasi berdasarkan perjanjian internasional. Berikut adalah penjelasan mengenai poin-poin utama dalam peraturan ini:

1. Definisi:

  • Negara Mitra dan Perjanjian Internasional: Menunjukkan negara atau yurisdiksi yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam suatu perjanjian internasional yang mengatur pertukaran informasi perpajakan.
  • Informasi: Mengacu pada segala data, angka, kata, dan informasi lainnya yang berhubungan dengan pendapatan individu atau badan yang terkait dengan perpajakan, serta harta kekayaan yang dimiliki oleh individu atau badan.
  • Pertukaran Informasi: Merupakan pertukaran informasi yang berkaitan dengan perpajakan, bertujuan untuk mencegah penghindaran pajak, pengelakan pajak, penyalahgunaan perjanjian perpajakan, dan memastikan kepatuhan perpajakan wajib pajak.

2. Pelaksanaan Tax Examination Abroad:

  • Kewenangan Direktur Jenderal Pajak: Memungkinkan Direktur Jenderal Pajak untuk melaksanakan pemeriksaan pajak di luar negeri dengan negara mitra.
  • Jenis Tax Examination Abroad: Ada dua jenis, yaitu ke luar negeri dan di dalam negeri, yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari permintaan pertukaran informasi perpajakan.

3. Tata Cara Pelaksanaan:

  • Permintaan dan Persetujuan Tax Examination Abroad: Menetapkan langkah-langkah proses pengajuan permintaan, evaluasi, persetujuan, penugasan tim, pelaksanaan pemeriksaan, pelaporan hasil, dan pertukaran informasi sesuai ketentuan yang berlaku.
  • Syarat Permintaan: Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengajuan usulan permintaan Tax Examination Abroad, termasuk kebutuhan akan informasi tambahan atau percepatan dalam memperoleh informasi.

4. Kerahasiaan Informasi:

  • Pentingnya Kerahasiaan: Menegaskan pentingnya menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dan dipertukarkan melalui Tax Examination Abroad sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku dalam perpajakan.

5. Pencabutan dan Berlakunya Peraturan:

  • Pencabutan Peraturan Sebelumnya: Menyatakan pencabutan peraturan Direktur Jenderal Pajak sebelumnya yang berkaitan dengan petunjuk pelaksanaan pemeriksaan dalam pertukaran informasi perpajakan.
  • Periode Berlakunya Peraturan Baru: Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Dalam rangka menjaga transparansi dan memastikan bahwa pertukaran informasi perpajakan internasional berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, peraturan ini mengatur proses pelaksanaan Tax Examination Abroad secara resmi dan terperinci.

Hubungan Kepatuhan Perpajakan Internasional dengan Mekanisme Pemeriksaan Pajak

Kepatuhan Perpajakan Internasional merujuk pada tingkat ketaatan wajib pajak terhadap peraturan dan ketentuan pajak yang berlaku di tingkat internasional. Ini mencakup kewajiban untuk mematuhi peraturan perpajakan yang disepakati secara internasional, seperti perjanjian perpajakan bilateral antara negara, ketentuan yang terkait dengan pertukaran informasi, serta peraturan lainnya yang diadopsi secara internasional.

Mekanisme Pemeriksaan Pajak, di sisi lain, merujuk pada cara atau proses yang digunakan oleh otoritas pajak untuk memeriksa dan memverifikasi kepatuhan wajib pajak terhadap kewajiban perpajakannya. Ini mencakup berbagai metode pemeriksaan, mulai dari pemeriksaan rutin, investigasi lebih lanjut terhadap ketidaksesuaian atau kecurangan, hingga pertukaran informasi antar-negara dalam rangka pemeriksaan pajak internasional

Hubungan antara Kepatuhan Perpajakan Internasional dan Mekanisme Pemeriksaan Pajak erat terkait. Tingkat kepatuhan perpajakan suatu negara dapat memengaruhi kebijakan dan intensitas dari mekanisme pemeriksaan pajak yang diterapkan oleh otoritas pajak. Semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak, semakin efisien dan efektif mekanisme pemeriksaan pajak yang diterapkan oleh otoritas pajak. Di sisi lain, kelemahan dalam kepatuhan perpajakan dapat memicu pemeriksaan lebih intensif dan detail guna memastikan kepatuhan yang lebih baik. Selain itu, kepatuhan perpajakan yang tinggi secara internasional juga dapat meningkatkan pertukaran informasi antar-negara yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak.

Di Indonesia, Kepatuhan Perpajakan Internasional berkaitan dengan tingkat kepatuhan wajib pajak terhadap aturan dan regulasi perpajakan yang berlaku di tingkat internasional. Ini termasuk kewajiban wajib pajak Indonesia untuk mematuhi perjanjian perpajakan bilateral antarnegara, aturan OECD (Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi) terkait pertukaran informasi, serta standar-standar perpajakan internasional lainnya.

Mekanisme Pemeriksaan Pajak di Indonesia dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai bagian dari Kementerian Keuangan. Proses ini melibatkan audit atau pemeriksaan terhadap pelaporan pajak yang diajukan oleh wajib pajak untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum perpajakan yang berlaku di Indonesia. DJP menggunakan berbagai strategi dan teknik pemeriksaan untuk memverifikasi kepatuhan pajak, termasuk audit rutin, audit terhadap risiko tinggi, serta pertukaran informasi antar-negara dalam rangka pemeriksaan pajak lintas batas.

Hubungan antara Kepatuhan Perpajakan Internasional dengan Mekanisme Pemeriksaan Pajak di Indonesia sangat penting. Tingkat kepatuhan yang baik dari wajib pajak terhadap peraturan perpajakan internasional akan memperkuat kepercayaan DJP terhadap pelaporan pajak yang diajukan oleh wajib pajak. Sebaliknya, kepatuhan yang buruk atau ketidakpatuhan terhadap peraturan perpajakan internasional dapat memicu tindakan pemeriksaan yang lebih ketat atau lebih intensif dari DJP untuk memastikan kepatuhan pajak yang lebih baik.

Selain itu, Indonesia juga aktif dalam pertukaran informasi pajak internasional sesuai dengan standar OECD. Melalui perjanjian pertukaran informasi pajak dengan negara lain, DJP dapat memperoleh informasi tentang transaksi keuangan lintas batas yang melibatkan wajib pajak Indonesia. Pertukaran informasi ini merupakan bagian penting dari mekanisme pemeriksaan pajak untuk memastikan kepatuhan perpajakan internasional yang lebih baik.

pemeriksaan pajak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan pajak internasional. Pemeriksaan pajak merupakan salah satu instrumen yang digunakan oleh pemerintah atau otoritas pajak untuk memastikan kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan pajak yang berlaku, termasuk peraturan perpajakan internasional.

Dalam konteks kepatuhan pajak internasional, pemeriksaan pajak dapat membantu dalam beberapa hal:

  • Penerapan Peraturan Perpajakan Internasional: Pemeriksaan pajak dapat memastikan bahwa wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan internasional yang relevan. Hal ini termasuk kesesuaian dengan perjanjian penghindaran pajak ganda, peraturan transfer pricing, atau peraturan perpajakan lainnya yang berlaku di tingkat internasional.
  • Pencegahan Penyalahgunaan Perpajakan: Pemeriksaan pajak juga bertujuan untuk mencegah praktik-praktik penyalahgunaan perpajakan internasional, seperti penghindaran pajak agresif atau penggunaan struktur perusahaan yang bertujuan untuk mengurangi kewajiban pajak.
  • Kepatuhan Terhadap Laporan Pajak Internasional: Banyak negara menerapkan aturan pelaporan keuangan dan transaksi internasional, seperti Country-by-Country Reporting (CbCR) atau FATCA (Foreign Account Tax Compliance Act). Pemeriksaan pajak memastikan bahwa wajib pajak memenuhi kewajiban pelaporan yang sesuai dengan peraturan ini.
  • Penerapan Sanksi atau Denda: Jika terdapat pelanggaran dalam kaitannya dengan kepatuhan pajak internasional, pemeriksaan pajak dapat mengakibatkan penerapan sanksi atau denda terhadap wajib pajak yang melanggar peraturan-peraturan tersebut.

Oleh karena itu, pemeriksaan pajak berperan penting dalam mengawasi dan memastikan kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan internasional untuk mencegah penghindaran pajak dan memastikan keadilan dalam pemungutan pajak.

Hubungan antara Kepatuhan Perpajakan Internasional dan Mekanisme Pemeriksaan Pajak dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kepatuhan Perpajakan Internasional:

  • Kepatuhan perpajakan internasional berkaitan dengan kesediaan dan ketaatan suatu negara dalam mengikuti aturan dan perjanjian perpajakan internasional.
  • Tujuannya adalah mendorong pertukaran informasi perpajakan yang adil dan transparan antara negara-negara untuk mencegah penghindaran pajak dan penggelapan pajak.

2. Mekanisme Pemeriksaan Pajak:

  • Mekanisme pemeriksaan pajak adalah serangkaian prosedur dan langkah yang dilakukan oleh otoritas pajak untuk memastikan ketaatan wajib pajak terhadap kewajiban perpajakan.
  • Salah satu bentuk mekanisme pemeriksaan adalah Tax Examination Abroad, yang merupakan proses pemeriksaan yang dilakukan di luar negeri untuk mendapatkan informasi terkait ketaatan pajak wajib pajak di luar wilayah domestik.

3. Hubungan Antara Keduanya:

  • Kepatuhan perpajakan internasional dan mekanisme pemeriksaan pajak saling terkait dalam menciptakan sistem perpajakan yang adil dan terbuka secara global.
  • Kepatuhan perpajakan internasional memfasilitasi pertukaran informasi perpajakan antarnegara, sementara mekanisme pemeriksaan pajak seperti Tax Examination Abroad adalah alat yang digunakan untuk memeriksa ketaatan wajib pajak di luar negeri.

4.Tujuan Bersama:

  • Keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu meningkatkan transparansi informasi perpajakan, mencegah praktik penghindaran pajak yang tidak sah, dan memastikan bahwa wajib pajak mematuhi ketentuan perpajakan baik di tingkat domestik maupun internasional.

Jadi, ketaatan perpajakan internasional dan mekanisme pemeriksaan pajak berperan penting dalam memastikan adanya kerjasama dan pengawasan lintas batas yang efektif dalam hal pertukaran informasi dan pemantauan ketaatan pajak, menjaga keadilan perpajakan global.

Dalam konteks pajak internasional, kesesuaian dan kepatuhan perpajakan menjadi penting untuk memastikan bahwa aturan dan mekanisme yang diterapkan oleh setiap negara sesuai dengan perjanjian internasional dan tidak menimbulkan konflik pajak berganda. Peraturan dan tata cara pemeriksaan pajak internasional yang jelas serta pertukaran informasi yang efektif antarnegara adalah langkah krusial dalam mengatasi permasalahan seperti pajak berganda dan penghindaran pajak. Diperlukan kerja sama yang erat antar negara untuk memastikan transparansi, kesetaraan, dan konsistensi dalam penerapan aturan perpajakan guna mengurangi risiko ketidakpastian dan konflik antarnegara dalam ranah perpajakan internasional.

Sumber :

  • Darusallam, & Septriadi, D. (2017). Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda : Panduan, Interpretasi dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit DDTC..
  • Pohan, C. A. (2019). Pedoman Lengkap Pajak Internasional : Konsep, Strategi dan Penerapan. Jakarta: Gramedia.
  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
  • PER-02/PJ/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tax Examination Abroad dalam rangka Pertukaran Informasi Berdasarkan Perjanjian Internasional

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun