(I)
bermil-mil aku terpanggang di jantung matahari
pergi; mengasingkan diri dari kota yang menyimpan rupamu
tak peduli pada jarak ataupun kegaduhan musim yang mengelupaskan badan
padamu, aku engan berpulang
ataupun, hidup yang merenkuh duka
yang sepenuhnya adalah "kematian"
barangkali setelah memadamkan matahari, aku kembali?
aku sendiri tidak tahu!?
pulang sebagai petualang tersesat atau jenazah?
(II)
aku datang kepada pantai
dengan hati yang kelabu
kuaduh segala duka kepada desir angin, suara hempasan ombak, kepak burung-burung, dan lambayan nyiur
begitujuga, para nelayan yang sedang mengerakanperahu membelah samudra. Barangkali mereka mendengar keluhanku? Kulihat seorang diantara mereka menghentikan perahu sedang melintasi cakrawala, sesaat matahari sedang terbenam
di pantai ini kuingin menceburkan raga yang telah bersalin
sembari merapalkan doa, lenyapkan semua hal, kecuali bau laut
(III)
telah kutanggalkan doa:
kelak, berpulang pada muasal, jenazahku tak sudi kiranya kau sembahyangkan dan janganpula kau selipkan doa
tetapi, pintaku kepada siapa saja yang menemukan jasadku yang berganti abu
bawalah ke pantai!
taburilah ke laut biru!
biarkan saja laut membungkus jasadku
asin airnya menggarami abuku
maka, sempurna sudah perjalananku
(Pantai Gummumae---Bula, 2017)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H