Hari pertama belajar, ternyata sangat sulit. Jangankan bisa berselancar, berdiri di papan saja susah. Adanya jatuh, bangun, jatuh lagi, bangun lagi. Begitu seterusnya.
Lutut kananku terluka karena gesekan dengan pasir. Tenaga habis terkuras karena terjangan ombak. Apakah saya kapok? Â Tentu saja tidak.
Sehabis belajar, saya pun menginfokan ke pak Kisah, besok sore saya akan mampir untuk belajar lagi. Sekalian menginfokan bahwa saya tidak bawa uang ke pantai, jadi uangnya akan saya bayar besok (karena sudah waktunya pak Kisah untuk berbenah dan pulang ke rumahnya sebab hari sudah menjelang malam).
Sore berikutnya, saya mampir lagi untuk belajar. Kali ini lebih terencana. Untuk meminimalkan luka, maka saya pun mencoba mencari legging, agar kalau terjatuh, tidak langsung mengenai kulit. Beruntung ternyata ciciku menjual legging.Â
Hari kedua belajar, hasilnya lebih memuaskan di banding hari sebelumnya. Saya sudah bisa berdiri di papan seluncur. Walau masih belum benar cara berdiri di papan seluncur, setidaknya saya sudah bisa berdiri dan meluncur.
Ada kesenangan tersendiri saat bisa berdiri dan meluncur, walaupun untuk itu, saya harus merasakan pusing akibat gempuran ombak yang mengakibatkan papan seluncur menghantam kepalaku.Â
Bibir berdarah karena hantaman papan seluncur yang menyebabkan secara tidak sengaja gigiku menggigit bibirku. Tenaga benar-benar terkuras habis akibat hempasan ombak.
"No pain no gain", istilah yang sangat tepat untuk menggambarkannya. Setidaknya surfing ini mengobati kekecewaanku karena tidak bisa bermain arung jeram di Bali.Â
Sayang tidak ada pesta yang tidak berakhir. Besoknya saya sudah harus kembali ke Jakarta. Kalau tidak, ingin sekali lebih memantapkan pelajaran selancar air ini.Â
Bagi yang berminat belajar dengan pak Kisah, tempatnya persis depan pintu hotel Pullman, sebelah kanan.
Hal yang perlu diperhatikan waktu berselancar:
1 Harus bisa berenang