Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... Freelancer - A freelancer

Penulis Cerpen "Astaga! KKN di Desa Legok" dalam buku KKN Creator (2024).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mencapai Ekonomi Berkeadilan dengan Badan Bank Tanah

8 Januari 2025   16:30 Diperbarui: 9 Januari 2025   09:44 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gunung Halimun. Sumber gambar: dokumen pribadi.

Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memiliki hak untuk memiliki hunian yang layak di area perkotaan. Tapi, harga tanah perkotaan sangat mahal. Sementara sistem ekonomi terpusat menyebabkan warga yang tinggal di area terpencil ataupun area penyangga kota besar, sulit untuk memperoleh penghidupan yang layak sehingga mereka bekerja di kota-kota besar dan banyak yang menghabiskan hidupnya di commuter line ataupun kereta api. Hal tersebut menguras tenaga si pekerja dan berisiko mengurangi kinerja akibat kelelahan menempuh perjalanan setiap harinya. Pangsa pasar juga lebih besar di kota-kota besar sehingga MBR cenderung berjualan di kota-kota tersebut.

Idealnya, pertumbuhan ekonomi di area terpencil ditingkatkan melalui pembinaan UKM berbasis kearifan lokal yang bermitra dengan perusahaan besar sehingga UKM tersebut dapat memperoleh penghasilan yang stabil, profit yang lebih besar, dan transfer teknologi. Tapi hal tersebut merupakan solusi jangka panjang karena memerlukan investasi dan tidak semua UKM dapat bermitra dengan perusahaan agribisnis yang besar. Demikian pula halnya dengan petani. Tak seluruh petani bermitra dengan perusahaan agribisnis.

Dengan adanya Badan Bank Tanah, Pemerintah dapat mengusahakan tanah perkotaan terbengkalai untuk membuat hunian bagi MBR. Hunian  tersebut dibuat oleh Kementerian PUPR agar lebih efisien secara ekonomi. Tak hanya melalui Badan Bank Tanah, Pemerintah sebenarnya dapat memberikan insentif agar MBR bisa memiliki hunian, yaitu eliminasi pajak seperti pajak pembelian properti, PPN, BPHTB, dan retribusi IMB.

 

Keadilan untuk Masyarakat Adat.

"Hutan adalah sumber kehidupan kami yang sudah diturunkan oleh leluhur  kami sejak dulu. Menjaga hutan adalah bagian dari budaya kami," ujar  Apai Janggut, suku Dayak Iban Utik (dikutip dari www.Indonesia.go.id).     

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2024 mengatur tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Pasal 1  mendefinisikan mengenai hak ulayat yang merupakan kewenangan berdasarkan hukum adat atas wilayah tertentu dan pemanfaatan sumber daya alam serta tanah. Sementara pasal 3 menyatakan hal-hal yang mengeliminasi hak ulayat.

Tanah uluwatu atau tanah adat merupakan kearifan lokal yang harus dipertimbangkan. Badan Bank Tanah sebaiknya melakukan koordinasi yang melibatkan Stakeholders terkait, termasuk tetua adat jika melakukan pemanfaatan lahan tanah adat untuk kepentingan umum dengan mempertimbangkan tak hanya aspek ekonomi, tapi aspek sosial budaya (kearifan lokal) dan lingkungan.

Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2021 menyatakan Badan Bank Tanah dapat memperoleh tanah yang tidak ada penguasaan di atasnya, termasuk tanah adat yang biasanya memiliki kawasan tertentu yang tidak  dihuni walaupun memiliki makna ruang hidup bersama. Pasal 3 ayat (1)  huruf e menyatakan Badan Bank Tanah memiliki fungsi pemanfaatan sehingga Badan Bank Tanah dapat bekerjasama secara komersial dengan pihak ketiga.

Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 berbunyi, "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan".

Badan Bank Tanah juga harus memperhatikan kesejahteraan dan kepentingan masyarakat adat. Misalnya, pro dan kontra tanah adat di hutan Kalimantan dimanfaatkan untuk ekstensifikasi kebun kelapa sawit. Sementara kearifan lokal masyarakat adat ialah menjaga kelestarian hutan untuk mencegah banjir dan mengolah lahan secukupnya. Hal tersebut sebaiknya menjadi pertimbangan Badan Bank Tanah ketika melakukan kerjasama dengan perusahaan agribisnis bahwa asas manfaat ekonomi sebaiknya mempertimbangkan dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Jika masalahnya ialah produktivitas, maka yang harus dikembangkan ialah intensifikasi pertanian, yaitu kualitas benih unggul dan proses pengolahan industri yang efisien dengan implementasi ramah lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun