Hari ini Mama, aku, dan  Ning, adik perempuanku menginap di suatu hotel untuk menghadiri acara keluarga besar yang letaknya tak jauh dari hotel tersebut. Kebetulan Mama memperoleh kejutan diskon dari in-charge manager hotel sehingga Mama memperoleh suite room, fasilitas kamar yang paling nyaman di hotel tersebut walaupun Mama hanya membayar seharga twin room. Saat itu memang bukan peak season, jadi harga sewa kamar didiskon besar.
        Fasilitas suite room terdiri atas 1 ruang tidur dengan 1 tempat tidur besar, 2 ruang mandi, 1 dapur, dan 1 ruang keluarga dengan TV flat yang besar. Ada mesin kopi, kulkas, dan teko listrik. Suite room ini terletak di lantai 5. Hanya ada 2 suite room pada lantai 5.
        Dengan hati riang, kami naik lift. Sedangkan bellboy naik lift barang karena membawakan koper kami. Saat lift terbuka, di hadapan kami ada seorang pria setengah baya berkulit sawo matang yang berdiri di sebelah pot tanaman. Ia memakai kemeja, blue jean, dan jaket kulit hitam. Di kepalanya bertengger blangkon batik. Ia juga menggendong ransel yang agak lusuh. Sepatu pantofelnya hitam mengkilat.
        Matanya yang tajam menyipit. Ia mengawasi kami secara terang-terangan hingga kami masuk ke dalam ruangan.
        Setelah mengunci pintu kamar hotel, Mama membungkukkan tubuh dan mengintip keluar melalui kaca intip di pintu kamar hotel. Hampir saja ia jatuh terjengkang ketika pandangannya bertemu dengan pupil sekelam arang. Kemudian, seringai yang sukses membuat jantung berdebar kencang.  Sembari mengurut dada, ia berkata, "Mama ngeri dengan pria tadi. Pandangan matanya aneh. Mama tadi mengintip melalui kaca intip di pintu. Masa pria tadi berdiri tepat di depan pintu kamar ini?"
        "Mungkin dia menyewa suite room lainnya di lantai ini," sahutku.
        "Tapi tingkah lakunya aneh. Penampilannya agak seperti dukun. Matanya nyalang.  Bibirnya tak berhenti komat-kamit saat kita melaluinya. Entah merapalkan mantera apa. Belum lagi lorong yang kita lalui tadi berbau kemenyan," kata Mama.
        "Seram sih, Bu. Tapi, Ning tak peduli," kata Ning dengan riang. Ia menenggelamkan dirinya di kasur yang super empuk. "Ah, nyamannya."
        Mama mengerutkan kening melihat tingkah putrinya yang asyik bergulingan. Jika dinasehati, anak ini sering meremehkan masalah. Kemudian, Mama memeriksa kunci dan selot kamar dengan teliti.
***