Daun pintu dapur terkuak. Tangan kiri Ibu meraih Andri yang sudah ngompol hingga ia terjerembab keluar lemari. Tak tinggal diam, Fero melesat keluar. Ia menggigit pergelangan tangan ibunya sekuat mungkin hingga Andri terlepas dari cengkeraman Ibu. Tapi, sang monster berbalik mencengkeram Fero.
"LARI! ANDRI, LARI! JANGAN PIKIRKAN DIRIKU! PANGGIL BANTUAN!" Teriak Fero.
Andri ragu-ragu menatap Fero. "TUNGGULAH! AKU PASTI DATANG KEMBALI!" Kemudian, ia berlari sesegera mungkin. Jika saja Andri tahu itu saat terakhirnya bersama dengan Fero dalam keadaan hidup, ia pasti akan memilih untuk menghadapi maut bersama-sama.
Cermin kembali hitam. Â Kemudian, cermin menampilkan adegan mengharukan. Tampak Andri memeluk Fero yang bersimbah darah. Dengan napas tersengal-sengal, Fero berbisik parau, "Andri, kita tak bisa bersama lagi. Tapi, aku tak menyesal. Ibu sudah tiada. Aku membunuh monster itu untukmu."
  Dengan sisa kekuatannya yang terakhir, Fero tertawa dan menangis pada saat yang bersamaan. Andri memeluk belahan jiwanya erat-erat. Tak ingin melepaskan jiwa yang begitu ia sayangi. Ia merasa semua hal menjadi tak berarti ketika binar kehidupan di mata Fero menghilang untuk selamanya.
"Cukup menontonnya?" Seru bocah iblis yang tersenyum misterius di cermin. "Apa kesimpulanmu, Ray-ku yang cerdik?"
Aku terpana ketika menyadari suatu hal. Bocah iblis itu serupa dengan Fero, bocah yang membunuh dan terbunuh oleh ibunya sendiri! Sedangkan bocah yang Bernama Andri mirip benar dengan diriku sewaktu kecil!
TAK MUNGKIN!!!