"Bukan. Darahnya seperti diisap habis. Aku yakin ini perbuatan iblis," ujar Tama.
"Ah, Tama, kau ingat perkataan Tuyul Hitam, tidak? Dia membunuh Tuan Majikan dan aku harus membalas dendam perbuatan Dia," kataku dengan nada misterius.
Ranko ternganga. "Mengerikan sekali. Apa yang harus kita lakukan jika berhadapan dengan iblis? Aku tak mau jika kau atau pun Tama sampai celaka."
"Tenang saja, Ranko-ku Sayang! Aku ini hantu kucing. Ia tak akan bisa berbuat banyak. Lain halnya dengan Ray yang manusia," desah Tama dengan pandangan meremehkanku. Hantu kucing ini memang level keangkuhannya 100.
"Kau tetap saja harus berhati-hati, Tama. Tuyul Hitam saja berubah menjadi abu dan lenyap," seruku mengingatkan.
"Ya, kau benar. Kita semua harus berhati-hati. Termasuk kau, Ranko. Mungkin sebaiknya kau jangan mendatangi kami dulu hingga kami berhasil menangkap iblis ini."
Ranko langsung memprotes, "Ah, kalian curang! Ini diskriminasi. Aku kan termasuk kelompok pemburu hantu bersama kalian."
"Tapi, kali ini kita menghadapi iblis. Ia bukan hantu biasa," sahutku dengan nada khawatir.
"Kau kan bisa saja menanyakan pada kakekmu tentang iblis ini. Siapa tahu ia pernah menangani iblis yang suka makan jantung dan mengisap darah," usul Ranko.
Tama melompat dan mencium kening Ranko. "Ah, gadisku ini memang jenius. Tak seperti majikanku."
Lagi-lagi aku menjadi korban bully Tama. Tapi, harus kuakui usul Ranko memang logis. Apa salahnya bertanya pada Kakek Fandi yang jauh lebih berpengalaman dari diriku.