"TI...TIDAK TUAN. JANGAN CEMETI ITU! JANGAN CEMETI SIHIR ITU!" Seru Tuyul Hitam ketakutan. Ia pernah melihat majikannya melecutkan cemeti sihir itu ke tuyul-tuyul yang membangkang dan hendak melarikan diri. Kulit mereka yang terkena lecutan langsung memar. Rasa sakitnya akan bertahan hingga berminggu-minggu.
Tanpa menghiraukan jerit tangis Si Tuyul Hitam, Pak Romi melecut cemeti sihir itu berkali-kali ke punggung Tuyul Hitam. Sarafnya yang tegang perlu pelampiasan. Sudah lama sekali Pak Romi tak menyiksa makhluk yang lebih lemah dari dirinya. Kebetulan sekali ada Tuyul Hitam, budak yang bisa ia perlakukan semaunya.
Pak Romi baru menghentikan siksaannya ketika Tuyul Hitam tersungkur tak berdaya. Ia menghapus keringatnya yang bercucuran. "Buatlah dirimu sangat berguna untukku. Kau sangat lemah. Lihatlah dirimu yang menyedihkan! Jangankan berurusan dengan pembunuh adik kembarku, kau tak berdaya menghadapi cemeti sihir."
Mata Tuyul Hitam meredup. "Tapi Tuan Majikan, saya bisa melakukan hal lain."
Pak Romi mendengus. "Buktikan kata-katamu! Kau harus memata-matai Ray dan Ranko."
"Tu...tuan Majikan mempercayai saya? Saya akan melakukannya sebaik mungkin."
"Tak hanya memata-matai, kau juga harus mencuri Jurnal Hantu milik Ray untukku. Bagaimana? Kau sanggup melakukannya?"
"Tentu saja. Demi Tuan Majikan, apapun sanggup saya lakukan."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI