Aku membisu. Tumben. Biasanya, Ranko kesal jika aku tak membawa helm penumpang.
Malam ini terasa panjang. Suara jangkrik yang bernyanyi terdengar merdu. Ranko pun bersenandung.
"Ran, jangan nyanyi kidung seperti itu. Horor!"
Ranko mendelik marah. "Kamu ini senang mengganggu kesenangan orang. Tadi helm. Sekarang kidung. Terserah aku dong mau nyanyi lagu apa pun."
Aku nyengir. Sepertinya, Ranko menjaili diriku karena aku hampir datang terlambat. Pantulan sinar bulan purnama membuat Ranko tampak lebih cantik dari biasanya. Matanya berkilat-kilat. Senyum misterius tersinggung di bibirnya. Aku jadi merinding.
"Ada yang lucu?" Tanyaku.
"Kau merasa terganggu?"
  "Penasaran saja mengapa kau mesem-mesem sendiri."
Ranko memeluk dadaku erat. Jemarinya meraba dadaku hingga aku terlonjak kegelian.
"Eh, jangan main raba-rabaan! Nanti kita jatuh berdua ke kolam ikan. Di tepi jalan ini banyak kolam ikan."
"Habis kau sangat menyebalkan," rajuk Ranko.