Nenek Dian berusaha menghalangi dengan meraih kunti tersebut. "Laksmi, hentikan kegilaan ini. Tak bisakah kau berdamai dengan dirimu? Nasibmu memang tragis. Burhan meninggalkanmu di lembah saat kau hamil besar. Aku sangat menderita ketika kau bunuh diri. Tapi, dunia ini tak hanya terdiri dari orang jahat."
Kunti itu melolong. Tapi Nenek Dian tak berhenti berbicara, "Laksmi, waktumu telah habis. Pergilah dengan tenang. Kau tahu aku mencintaimu, kan? Kita bersaudara kembar dan saling memahami perasaan satu sama lain."
Nenek Dian membelai rambut kunti itu dengan penuh kasih sayang. Kunti itu memeluknya erat. Tapi, aku sempat melihat pendaran mata kunti itu yang aneh. Ia berbahaya bagi Nenek Dian.
Dugaanku tepat. Kunti itu mencekik leher Nenek Dian hingga mata Nenek Dian terbelalak ke belakang. Ini saatnya atau tidak sama sekali. Aku langsung menabrak kunti tersebut.
"Ray, ini Jurnal Hantu-nya," seru Tama. Ia menggigit Jurnal Hantu dan memberikannya padaku.
Makhluk kegelapan kembalilah ke asalmu.
Aku membebaskanmu dari perjanjian terkutuk.
Mahkluk kegelapan terkurunglah kau di sini.
Abadilah dalam keheningan.
Diiringi lolongan tangis yang memilukan, sang kunti alias Laksmi terperangkap dalam Jurnal Hantu. Nenek Dian menangis pilu. Hingga akhir, Laksmi lebih memilih dendamnya.
"Mengapa kalian berkumpul di sini dan tidak tidur?" Tanya Ranko dengan polosnya. "Aku terbangun karena mendengar jeritan. Apa yang terjadi?"