Sudah 5 kali aku mengelilingi area perumahan ini. Tapi, rumah Bu Hasan tidak juga kutemukan. Oleh karena itu, aku kembali membuka Jurnal Hantu. Hanya aku yang bisa membaca tulisan yang tertera di sana.
PEKERJAAN KETIGA
Nama klien : Bu Hasan.
Alamat: Jl Lembayung No. 11, Bogor.
Waktu bertemu: Jam 19.00.
Hantu: Genderuwo.
Keahlian: Menggoda perempuan.
"Ray, apakah kau mengaku kalah?" Bisik Tama, roh kucing hitam yang duduk santai di atas pundak kananku. "Aku akan menunjukkan rumah Bu Hasan, tapi kau harus berjanji membelikan aku ikan salmon setelah tugas ini selesai."
     Aku menggelengkan kepala. "Ikan cue saja. Lagipula kau ini hantu kucing. Masa hantu makan ikan? Tidak kepalang tanggung. Seleramu ikan salmon. Kau kan bukan beruang yang gemar makan salmon di sungai."
 Â
    "Tidak! Tak ada tawar-menawar. Aku tidak mau ikan cue. Titik!"
Tama mendengkur puas melihatku terpaksa mengangguk. Ia melompat dari bahuku dan mulai berjalan dengan gaya kucing angkuh yang mengetahui dirinya sangat berjasa dan diperlukan. Ia belok ke kiri, dan berhenti di sebuah rumah kayu besar bergaya pendopo. Lidahku berdecak mengagumi kemegahan bangunan tradisional tersebut. Klienku kaya raya!
"Hey, jika aku mengetahui jarak ke rumah Bu Hasan sedekat ini, untuk apa kita melakukan perjanjian?" Keluhku. "Ikan salmon kan mahal. Kau ingin membuatku bangkrut, ya?"
Tama terkekeh. Matanya berpijar senang. "Walaupun demikian, tanpa bantuanku mustahil kau bisa mencapai rumah Bu Hasan tepat waktu. Kita berurusan dengan genderuwo yang pandai menyesatkan manusia, tapi kekuatan mistisnya tidak berdampak apa pun padaku." Tama yang pongah, mengangkat kepalanya dan menegakkan bahunya.
***
"Ray, terima kasih banyak kau hendak membantuku. Aku bingung tak keruan karena genderuwo itu tak mau pergi juga dari rumahku," kata Bu Hasan yang cantik jelita. Ray menaksir usianya hanya terpaut beberapa tahun dari Ray. Bau parfumnya yang seperti aroma 7 bunga, membuat kepala Ray pusing.
"Tidak apa-apa, Bu. Memang sudah pekerjaanku untuk mengusir genderuwo," kataku dengan napas tercekat. Aku bingung melihat tingkah manja Bu Hasan yang duduk menempel begitu rapat. Sofa yang sebenarnya lapang ini, terasa begitu sempit. Sudah ketiga kalinya Ray menggeser duduknya. Dan sudah ketiga kalinya juga Bu Hasan menggeser duduknya.
Tama mengawasi kami dengan mata kelabu terpicing. Dasar kucing hitam nakal! Bukannya membantuku, ia malah menyeringai senang.
"Duh, jangan panggil Ibu dong! Panggil aku Kakak," sergah Bu Hasan manja. "Ray tidak kasihan padaku? Beberapa kali genderuwo itu datang saat aku sendirian di rumah ini. Ia menyamar sebagai suamiku. Aku takut sekali...Aku hanya perempuan lemah yang harus dilindungi oleh pria tampan dan kuat seperti Ray."
Aku bisa merasakan hembusan napas yang harum, menggelitik pipi kananku. Bu Hasan benar-benar femme fatale. Jangankan genderuwo, aku pun bisa merasakannya.
"Apakah Ibu ...eh, Kakak, tidak merasakan keanehan ketika genderuwo itu datang? Ada bau tertentu?"
"Tidak, tidak ada bau tertentu. Tapi, aku selalu merasa setengah bermimpi sebelum kedatangannya. Dalam ingatanku, ada pria asing yang ganteng luar biasa ala Oppa Jaemin, yang masuk ke dalam rumah. Setelah itu, aku tak bisa mengingat apa pun."
"Bagaimana Kakak bisa menyadari bahwa Kakak diganggu genderuwo? Mungkin saja Kakak hanya bermimpi."
Tiba-tiba Bu Hasan merunduk. Pipinya yang putih bersemu merah. Tingkahnya persis anak kecil yang ketahuan mencuri permen cokelat.
"Kau benar-benar ingin tahu?"
"Iya, Kak. Aku perlu mengetahui segala hal mengenai genderuwo ini."
"Po...pokoknya, aku tahu...Perlukah aku mengatakannya?"
Aku mengangguk antusias untuk membesarkan hati Bu Hasan. Tama, si roh kucing hitam yang duduk di pangkuanku, terkekeh.
"Ka....ka...rena ..."
"Ya?"
"Karena aku merasakan sensasi berhubungan badan yang luar biasa jika bersama genderuwo itu. Sedangkan Pak Hasan, suamiku, sudah menginjak kepala delapan. Kau mengerti kan maksudku?"
Sekarang giliranku yang tersipu malu. Tama mendesis senang melihatku salah tingkah.
"Selain itu, aku pernah melihat sosok asli genderuwo itu melalui pantulan cermin. Aku hampir pingsan melihat diriku dipeluk sosok hitam berbulu tebal. Aku takut sekali," isak Bu Hasan. "Aku tak berani menceritakan hal ini ke suamiku yang penakut. Ia pasti merasa ngeri memiliki istri yang disukai genderuwo."
"Baikah, Kak. Aku akan berusaha sebaik mungkin."
***
Seperti lakon drama, aku pun pamit pulang dan meninggalkan rumah pendopo tersebut. Aku bersembunyi di balik semak rimbun dekat pagar rumah selama  tiga jam hingga sekujur tubuhku gatal-gatal karena serangan nyamuk. Duh, mencari uang saja hingga seperti ini sengsaranya!
Tiba-tiba telinga Tama tegak. Aku pun mengintip. Tampak ada asap kecil yang berlari dari pintu pagar rumah. Bahkan, asap tersebut melewati tempat persembunyianku. Ketika mencapai pintu depan rumah, asap tersebut menggasing hebat. Semakin lama asap tersebut semakin besar dan membentuk gumpalan berwujud sosok manusia. Sosok itu persis seperti pria berusia 80 tahun. Genderuwo sudah datang!
Sang genderuwo memasuki rumah dengan santai. Dengan diiringi Tama, aku bergegas menuju rumah Bu Hasan. Tampak genderuwo tersebut sedang memeluk Bu Hasan yang tersenyum manis. Jika tidak melihat pandangan mata Bu Hasan yang kosong, pasti adegan tersebut dianggap normal.
Aku langsung memerciki genderuwo tersebut dengan air doa. Genderuwo itu melepaskan Bu Hasan dari pelukannya. Matanya merah membara. Ia memukul-mukulkan kedua tangannya pada dadanya yang berbulu sembari menggeram marah. Kemudian, ia menerjang dan mencekikku sekuat tenaga. Kedua tanganku berusaha menahan cengkeraman baja genderuwo.
"Ta...Tama, tolonglah aku! Ambilkan buku berjudul Jurnal Hantu di tas pinggangku. Aku tak bisa meraihnya."
Tama mendengkur di sisiku, "Bayarannya 5 ikan salmon."
"Dua."
"Lima," sahut Tama sembari menjilat ujung kaki kanannya dengan santai. Dasar kucing hedon licik!
"Baiklah, baiklah. Lima ikan salmon. Tapi, segeralah ambil Jurnal Hantu. Aku tak kuat lagi. HOEEEK!" Napasku tersengal karena cekikan genderuwo bertambah kuat.
Kedua mata Tama berpijar. Ritsleting tas pinggangku terbuka sendiri. Buku Jurnal Hantu pun terlontar ke udara dalam keadaan terbuka. Aku segera membaca doa dalam hati.
Makhluk kegelapan kembalilah ke asalmu.
Aku membebaskanmu dari perjanjian terkutuk.
Mahkluk kegelapan terkurunglah kau di sini.
Abadilah dalam keheningan.
Akhirnya, genderuwo tersebut berhenti mencekikku. Lolongan terakhirnya begitu memilukan sebelum terkurung dalam Jurnal Hantu. Petualangan cinta sang genderuwo pun berakhir mengenaskan. Cinta memang kejam! Sosok genderuwo tertera jelas di halaman Jurnal Hantu beserta penjelasan singkat.
Genderuwo.
Makhluk halus yang suka mengganggu perempuan yang tinggal sendirian. Cara mengusirnya dengan mencampurkan air daun bidara dan kelor pada semangkuk air dekat pintu rumah.
Menyebalkan! Petunjuk mengatasi hantu baru muncul jika pertarungan melawan hantu telah selesai.
- - - - -Â
Kisah genderuwo terinspirasi dari penampakan asap kecil yang mengejar penulis di perumahan saat Magrib. Duh, penulis ingin dikejar US$, bukan genderuwo...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H