"Duh, jangan panggil Ibu dong! Panggil aku Kakak," sergah Bu Hasan manja. "Ray tidak kasihan padaku? Beberapa kali genderuwo itu datang saat aku sendirian di rumah ini. Ia menyamar sebagai suamiku. Aku takut sekali...Aku hanya perempuan lemah yang harus dilindungi oleh pria tampan dan kuat seperti Ray."
Aku bisa merasakan hembusan napas yang harum, menggelitik pipi kananku. Bu Hasan benar-benar femme fatale. Jangankan genderuwo, aku pun bisa merasakannya.
"Apakah Ibu ...eh, Kakak, tidak merasakan keanehan ketika genderuwo itu datang? Ada bau tertentu?"
"Tidak, tidak ada bau tertentu. Tapi, aku selalu merasa setengah bermimpi sebelum kedatangannya. Dalam ingatanku, ada pria asing yang ganteng luar biasa ala Oppa Jaemin, yang masuk ke dalam rumah. Setelah itu, aku tak bisa mengingat apa pun."
"Bagaimana Kakak bisa menyadari bahwa Kakak diganggu genderuwo? Mungkin saja Kakak hanya bermimpi."
Tiba-tiba Bu Hasan merunduk. Pipinya yang putih bersemu merah. Tingkahnya persis anak kecil yang ketahuan mencuri permen cokelat.
"Kau benar-benar ingin tahu?"
"Iya, Kak. Aku perlu mengetahui segala hal mengenai genderuwo ini."
"Po...pokoknya, aku tahu...Perlukah aku mengatakannya?"
Aku mengangguk antusias untuk membesarkan hati Bu Hasan. Tama, si roh kucing hitam yang duduk di pangkuanku, terkekeh.
"Ka....ka...rena ..."