Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... Freelancer - A freelancer

just ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nyai, Cintaku!

13 September 2024   21:11 Diperbarui: 13 September 2024   21:14 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pixabay.com.

Disclaimer: Kisah cinta ini berdasarkan kisah nyata seseorang yang ingin diabadikan.  Tulisan ini tak bermaksud menyinggung siapa pun. Cinta memang tak mengenal usia. Cinta memang lebay. Mantan memang bikin pusing satu juta keliling. Wkwkwk.

KLONTRANG! KLONTRANG!        

                "Nyai, aku malu! Malu banget. Semua orang memperhatikan kita. Sudah 1 km mobil sedan itu terus-menerus mengikuti kita. Tepatnya, sejak di warung mie ayam," ujar Alang resah sembari melirik kaca spion motornya. Ia tak habis pikir mengapa sedan putih yang dihias ala mobil penganten itu mengikuti motor bututnya segigih debt collector. Gundukan mawar merah muda sintetis dan pita putih di atas kap sedan mewah tersebut begitu ironis dengan buntutnya yang bombastis. Benturan antar kaleng seolah-olah tawa iblis tanpa henti. Apakah mereka berdua menjadi korban acara reality show TV? Ataukah, mereka berdua berhalusinasi?

            Buntut? Ya, sedan putih yang super glowing itu memiliki buntut alias tali rafia yang mengikat beberapa kaleng susu kental manis kosong. Tentu saja tiap kaleng tersebut terseret dan bergesekan dengan jalan aspal, gaduhnya bukan main! Ini yang namanya bom kaleng!

            "Tak usah pedulikan. Namanya juga orang gila! Mungkin ia depresi ditinggal calon istrinya. Tak ada urusannya dengan kita," bisik Nyai dengan mimik wajah sedatar tembok. Tapi, tak urung keringat dingin sebesar telur puyuh bercucuran di keningnya. Hal tersebut tentu tak luput dari kedua mata Alang yang setajam elang.

            "Nyai yakin tak mengenal penumpang sedan putih mentereng itu?" Tanya Alang penuh selidik. Ia meneliti wajah kekasihnya yang usianya lebih tua 25 tahun dari dirinya.

            Nyai menggelengkan kepalanya. Ia pun menoleh ke belakang. Tampak Aki Nanang (Kakek Nanang) duduk dengan gagah di sebelah sopirnya. Ia memakai setelan jas seputih salju. Sekuntum mawar merah muda tersemat manis di jasnya. Seringainya yang nakal membuat Nyai pusing satu juta keliling. Jantung Nyai pun meronta-ronta ketika melihat Aki Nanang menjulurkan kepalanya ke luar jendela mobil. Ini malapetaka. Ingin benar ia menjitak dahi Aki Nanang yang seluas lapangan golf. Oh my God, aki borokokok! Yah, walaupun Nyai ini tinggal di desa terpencil, ia selalu berusaha menghapalkan istilah bahasa Inggris. Nyai ingin kelihatan gaul dan modern di hadapan kekasih berondongnya.

            "NYAI, AKU CINTA KAMU. AKU TAK RELA KAU PACARAN DENGAN BERONDONG. JIKA KAU PACARAN DENGAN PRIA SEPANTARAN USIAMU, TENTU AKU AKAN MERELAKAN CINTAKU PADAMU. TAPI, TIDAK BEGINI, NYAI SAYANG. TIdaaak beginiii..." teriak Aki Nanang penuh perasaan melalui pengeras suara. Suaranya yang lantang dikhianati oleh sedu sedan. Linangan air mata berkilauan sebening kristal menghias pipinya yang penuh keriput. Ia sungguh merasa sakit hati menatap pasangan kekasih tersebut.

            Seluruh pengguna jalan ikut mengharu biru menatap ekspresi sendu Aki Nanang. Siapa yang menyangka Aki Nanang, sang pengusaha durian yang terkenal sedingin es lilin, bisa meluap-luap bagaikan air bah untuk seorang Nyai. Memang kerlingan mata Nyai begitu menggoda. Lidah janda setengah baya tersebut terkenal setajam stiletto, tapi wajahnya begitu manis. Ia pun sangat mandiri dan mencukupi kebutuhan hidupnya dari berjualan buras atau pun kue pisang. Tak heran banyak pria yang kesengsem, termasuk Aki Nanang ini.

            "PRIA BERONDONG ITU TAK AKAN BISA MEMBAHAGIAKANMU. IA HANYA LINTAH YANG MENGHISAP DOMPETMU. MENGAPA KAU TAK KEMBALI KE PELUKANKU? KAU SUDAH MELUPAKAN ROMANSA KITA DI BAWAH POHON KELAPA?" Suara Aki Nanang yang kembali menggelegar penuh amarah disambut teriakan penonton dadakan. BUHUUU!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun