Pemandangan yang terhampar mencengangkan. Ribuan, bukan, jutaan lalat buah mengepakkan sayapnya di sekitar pohon ketapang yang tumbang. Tanah di sekitar akarnya menggunuk karena setengah bagian akarnya terangkat ke atas permukaan tanah. Bak terkena kutukan alam, hampir seluruh batang pohon ketapang hangus.
Seolah kesurupan, Vina berlutut dan menggali tanah di sekitar pohon ketapang tersebut. Ibarat kutukan kumbang Mesir Scarab, lalat-lalat buah terbang mengelilinginya seperti lingkaran halo. Nita berusaha mencegah Vina tanpa hasil. Sedangkan Pak Dira hanya diam terpaku seolah kehilangan nyawa. Kuku-kuku tangan Vina menghitam karena tanah dan ternoda darah.
"Lihatlah! Aku berjanji mengenalkannya padamu, Nit. Ini Tama, milikku. Ia Tama-ku yang tampan," kata Vina.
Nita tertegun. Ia menelan ludah dengan susah payah.
"Tama sayang, kau sangat kesepian ya setahun di bawah sana. Aku menghukummu karena kau nakal. Kau selalu berbohong bahwa kau bernama Hamid dan tak mengenalku. Hatiku sakit karena kau hendak meninggalkanku. Tapi, aku memaafkanmu karena aku sangat mencintaimu," seru Vina dengan suara melengking. Ia menarik sebuah kerangka dan memeluknya. Kemudian, mencium tempurung kepala Hamid dengan penuh kasih sayang.
_____
Teman-teman, apa fobia yang kalian hadapi? Apakah lalat buah? Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H